Malam ini. ijinkan gw memulai sebuah cerita.
sebuah cerita yang penah di ceritain oleh seseorang, seseorang yang menurut gw spesial, karena gw udah kenal dia lama. lama sekali, meskipun gak pernah satu sekolah, satu kampus, satu pekerjaan, tapi gw udah nganggap dia abang kandung
sebuah cerita yang penah di ceritain oleh seseorang, seseorang yang menurut gw spesial, karena gw udah kenal dia lama. lama sekali, meskipun gak pernah satu sekolah, satu kampus, satu pekerjaan, tapi gw udah nganggap dia abang kandung
udah
lama seinget gw buat maen ke kota pahlawan ini. salah satu kota yang
jadi saksi perjuangan gw dulu buat nyari kerja serabutan, dan hari ini,
gw balik lagi ke kota ini, buat ketemu seseorang.
seseorang yang gak tau kenapa selalu bikin gw kangen, kangen wejengan beliau.
seseorang yang gak tau kenapa selalu bikin gw kangen, kangen wejengan beliau.
ngomong
soal mas Damar, gw jadi inget sebuah cerita dimana beliau menceritakan
salah satu cerita pengalaman beliau, yang menurut gw menarik, terlepas
dengan sebegitu ngerinya cerita itu, tetap saja, cerita ini adalah
cerita yang selalu gw inget..
cerita tentang "Deso Gondo Mayit"
"Deso edan!!" (Desa Gila) kata mas Damar, matanya masih menatap kesana-kemari seolah peristiwa itu membekas di ingatanya.
"Edan yo opo?" (Gila bagaimana?) gw bertanya. penasaran.
"yo opo gak Edan, bendino onok ae sing mati. nek gak mati, jarene tondo balak"
"Edan yo opo?" (Gila bagaimana?) gw bertanya. penasaran.
"yo opo gak Edan, bendino onok ae sing mati. nek gak mati, jarene tondo balak"
(bagaimana gak gila, setiap hari selalu saja ada orang yang mati, kalau tidak ada yang mati, katanya justru mengundang musibah)
percakapan kami sahut menyahut. membuat gw semakin penasaran, sampai, pendangan gw teralihkan ketika motor Honda RC hitam, baru saja berhenti.
percakapan kami sahut menyahut. membuat gw semakin penasaran, sampai, pendangan gw teralihkan ketika motor Honda RC hitam, baru saja berhenti.
Mas Erik. sosok yang juga gw kenal akrab, datang, duduk dan memesan kopi, disini, gw melihat mas Damar melihat mas Erik.
"Rik, iki loh, ceritakno cerito sing awakmu ambek aku jaman kuliah biyen, sing nyasar gok Desa gondo mayit" (Rik, ini loh, ceritakan cerita kamu dan aku yang-
"Rik, iki loh, ceritakno cerito sing awakmu ambek aku jaman kuliah biyen, sing nyasar gok Desa gondo mayit" (Rik, ini loh, ceritakan cerita kamu dan aku yang-
jaman masih kuliah, waktu kita nyasar di sebuah Desa bernama Gondo Mayit)
wajah tenang mas Erik tiba-tiba berubah, mengisyaratkan ketidakenakan, dan gw bisa menangkap raut ngeri itu dari alisnya.
"jek di iling-iling ae, wes lalik'ke ae" (masih di ingat saja, sudah lupakan)
wajah tenang mas Erik tiba-tiba berubah, mengisyaratkan ketidakenakan, dan gw bisa menangkap raut ngeri itu dari alisnya.
"jek di iling-iling ae, wes lalik'ke ae" (masih di ingat saja, sudah lupakan)
mendengar
itu, gw pun langsung memohon, sejujurnya, gw paling suka mendengar
cerita-cerita seperti ini, toh gw udah gak asing lagi dengan hal-hal
seperti ini.
awalnya, mas Erik tampak ogah menceritakan, berbekal bujukan bahwa gw yang akan bayar kopi di tambah rokok, untuk cerita
awalnya, mas Erik tampak ogah menceritakan, berbekal bujukan bahwa gw yang akan bayar kopi di tambah rokok, untuk cerita
ini, gw pun, menyanggupi.
disinilah, gw melihat mas Erik, menunjuk sesuatu. arah Utara dari kota pahlawan ini, gw mengernyitkan dahi.
"eroh daerah T****S gok kidule gunung P*******N??" (kamu tau daerah ****** di utara gunung *********??)
gw mengangguk.
"yo, gok kunu Desone"
disinilah, gw melihat mas Erik, menunjuk sesuatu. arah Utara dari kota pahlawan ini, gw mengernyitkan dahi.
"eroh daerah T****S gok kidule gunung P*******N??" (kamu tau daerah ****** di utara gunung *********??)
gw mengangguk.
"yo, gok kunu Desone"
(disanalah Desa ini berada)
dan disinilah. cerita ini di mulai.
Mas
Damar baru saja di tunjuk untuk menjadi ketua Mapala periode tahun
2011-2012, di universitas t**** b**** a******, salah satu Universitas
yang cukup di kenal di kota ini.
menjabat menjadi ketua pada semester 6 bukanlah hal bijak, terlebih ketika ada agenda, bahwa bulan juli, akan ada projek untuk mendaki puncak Mahameru, dimana 4 universitas bersama Mapala mereka akan bergabung
menjabat menjadi ketua pada semester 6 bukanlah hal bijak, terlebih ketika ada agenda, bahwa bulan juli, akan ada projek untuk mendaki puncak Mahameru, dimana 4 universitas bersama Mapala mereka akan bergabung
disinilah,
mas Damar membuat satu acara dadakan untuk mempersiapkan kesanggupan
team mereka pada bulan juli, tetapi, tak satupun anggota sanggup, karena
bertepatan dengan UTS
karena
minimnya persiapan, mas Damar pun berinisiatif untuk melanjutkan
agendanya, meski bila harus seorang diri. mas Erik, ketua Mapala
sebelumnya pun akhirnya ikut bergabung. karena toh ini untuk nama
Universtas mereka, dan disinilah mereka dapat satu tempat yang di rasa
cocok.
"Alas
T*****" salah satu tempat untuk melatih stamina karena medanya yang
menanjak dan juga tempat terbaik untuk mendapat momen dimana suhu tempat
ini nyaris seperti suhu di puncak Mahameru.
sebelum mas Damar dan mas Erik tau, apa yang sudah menunggu mereka disana.
sebelum mas Damar dan mas Erik tau, apa yang sudah menunggu mereka disana.
persiapan
sudah di lakukan satu minggu sebelumnya, mulai dari ijin untuk mendaki
sekaligus menyisir tempat yang akan di jadikan tujuan pendakian ini,
meski jalur yang akan di tuju mas Damar dan Erik, bukan jalur pendakian
pada umumnya, namun, mas Damar meyakinkan mas Erik,
perjalanan
6 jam, terasa singkat, terlebih di hari yang semakin petang, mas Damar
masih memeriksa semuanya, kompas yang selalu di bangga-banggakan pun tak
luput dari genggaman.
mobil mereka berhenti di salah satu pos yang sudah tidak asing lagi bagi mereka.
mobil mereka berhenti di salah satu pos yang sudah tidak asing lagi bagi mereka.
anehnya.
malam itu. tidak ada satupun yang berjaga, seharusnya, ada satu atau
dua penjaga, karena meskipun ini bukan jalur pendakian resmi, ini adalah
jalur yang seringkali ramai pengunjung, karena tempat ini adalah satu
tempat objek wisata yang terkenal.
menunggu,
setidaknya itu yang di lakukan mas Damar, karena bagaimanapun laporan
itu penting terutama untuk menghindarkan dari hal-hal yang tidak di
inginkan.
namun, satu-jam dua jam berlalu, dan masih belum ada satu batang hidung pun yang muncul, hal itu, membuat mas Erik gusar
namun, satu-jam dua jam berlalu, dan masih belum ada satu batang hidung pun yang muncul, hal itu, membuat mas Erik gusar
"wes
ngene ae loh Mar, tinggalen KTP gok kene, tulisen pesan, bahwa kita
sudah melaporkan. toh gak onok sing eroh sampe kapan petugas;e gak onk
kan?" (sudah, begini saja Mar, tinggalkan KTP disini, tulis pesan, bahwa
kita sudah melapirkan, lagian kita gak tau kapan petusanya ada)
Bimbang. itu lah yang mas Damar pikirkan. bukan sekali dua kali hal ini terjadi, namun satu yang mas Damar ingat.
hal-hal seperti ini biasanya di iringi dengan petaka yang buruk di langkah selanjutnya, namun, Erik benar. tidak ada yang tau kapan petuas itu akan kembali.
hal-hal seperti ini biasanya di iringi dengan petaka yang buruk di langkah selanjutnya, namun, Erik benar. tidak ada yang tau kapan petuas itu akan kembali.
nekat.
mas Damar dan mas Erik pun akhirnya melangkah masuk ke dalam hutan,
bersiap untuk menyambut Penghuni yang sudah menunggu mereka.
jam
menunjukkan pukul 8 malam, seharusnya jalanan belum segelap itu, apalagi
jalurnya sendiri masih tidak seberapa jauh dari pos pertama, tapi,
malam itu lain, jalur itu lebih gelap dari seharusnya, yang lebih aneh,
tidak terdengar satupun binatang malam di sekitar sana.
medanya
memang menanjak, seperti bukit setapak yang bila di telusuri lebih
tinggi, namun masih bisa di tempuh dengan santai. disini, Erik yang
memulainya.
"jare mbahku, Dam, nek gak onok suoro, biasane onok memedi" (kalau kata mbahku, kalau gak ada suara, biasanya ada hantu)
"jare mbahku, Dam, nek gak onok suoro, biasane onok memedi" (kalau kata mbahku, kalau gak ada suara, biasanya ada hantu)
"Huss. di jogo lambene, gak apik ngomong ngunu" (huss, di jaga mulutnya, tidak baik ngomong begitu) kata Damar.
ada yang membuat Damar sedari tadi tidak tenang, berjalan di belakang Erik, seharusnya tidak ada lagi sesiapapun di belakangnya, namun, bulukuduknya berdiri sedari tdi
ada yang membuat Damar sedari tadi tidak tenang, berjalan di belakang Erik, seharusnya tidak ada lagi sesiapapun di belakangnya, namun, bulukuduknya berdiri sedari tdi
bukan
kali pertama Damar merasakan ini, selama dia mendaki gunung dan masuk ke
hutan-hutan seperti ini, bulukuduk atau leher meremang sudah menjadi
makanan sehari-hari, namun, perasaan ini berbeda, seolah-olah, yang ini
jauh lebih mengintimidasi.
namun, Erik tak merasakan apapun
namun, Erik tak merasakan apapun
melihat
Erik membuka jalan dengan parang di tanganya setidaknya memberi
ketenangan pada Damar, sampai, ia akhirnya mendengar suara lain.
Damar berhenti, di susul Erik.
"Rik, Rik" panggilnya. Erik mendekat, menatap Damar yang leluasa mencari-cari pandang.
"opo?" (apa)
"Pitik"
Damar berhenti, di susul Erik.
"Rik, Rik" panggilnya. Erik mendekat, menatap Damar yang leluasa mencari-cari pandang.
"opo?" (apa)
"Pitik"
"Pitik" (ayam) kata Erik mengulangi.
"krungu ora, onok suoro pitik" (denger tidak ada suara ayam)
Erik diam, mencoba mencuri dengar apa yang Damar dengar. namun, Erik menegaskan bahwa tidak ada suara apapun kecuali angin yang berhembus di sela dedaunan.
"ora onok" (gak ada)
"krungu ora, onok suoro pitik" (denger tidak ada suara ayam)
Erik diam, mencoba mencuri dengar apa yang Damar dengar. namun, Erik menegaskan bahwa tidak ada suara apapun kecuali angin yang berhembus di sela dedaunan.
"ora onok" (gak ada)
mereka berpandangan untuk sepersekian detik, kemudian, melangkah cepat-cepat.
ada hal-hal yang tidak sepatutnya di ucapkan atau di dengarkan, salah satunya adalah suara ayam.
mendengar suara ayam seperti pertanda sial bagi siapapun yang mendengarnya, terlebih di tempat ini.
ada hal-hal yang tidak sepatutnya di ucapkan atau di dengarkan, salah satunya adalah suara ayam.
mendengar suara ayam seperti pertanda sial bagi siapapun yang mendengarnya, terlebih di tempat ini.
Damar
dan Erik memikirkan hal yang sama. "Kuntilanak" meski kalimat itu tidak
di ucapkan, namun mereka sama-sama mengerti satu sama lain.
yang menjadi pertanyaanya adalah, suara ayam yang di dengar Damar dan tidak di dengar Erik, menegaskan sesuatu.
salah satu dari mereka,
yang menjadi pertanyaanya adalah, suara ayam yang di dengar Damar dan tidak di dengar Erik, menegaskan sesuatu.
salah satu dari mereka,
sudah di sawang (incar) sedari tadi.
degup jantung dan suara nafas terengah-engah menegaskan bahwa mereka sudah berjalan lebih jauh, berfikir bahwa mereka sudah aman, Erik lah yang kemudian mengatakanya, "janc*k!! ambu sembujo" (sialan, bau bunga Sembujo)
mereka bertukar tatap
degup jantung dan suara nafas terengah-engah menegaskan bahwa mereka sudah berjalan lebih jauh, berfikir bahwa mereka sudah aman, Erik lah yang kemudian mengatakanya, "janc*k!! ambu sembujo" (sialan, bau bunga Sembujo)
mereka bertukar tatap
tidak
ada yang tidak mengerti Erik seperti Damar, umpatan atau kalimat tidak
pantasnya biasanya menegaskan perasaan ketakutan, dan itu cara Erik
untuk menekanya. namun, terkadang Damar merasa hal itu bisa mendatangkan
hal sebaliknya. kadang, dunia mereka, menangkap pesan berbeda
benar
saja. suara ayam, bebauan bunga, kemudian berujung pada sosok di balik
semak belukar. Erik lah yang pertama tau, namun, keinginan untuk
memanggil Damar yang ijin untuk membuang air kecil, mendatangkan rasa
penasaran yang besar.
Erik mengintip sosok asing itu.
Erik mengintip sosok asing itu.
sosoknya
tinggi, setinggi Erik. ia berdiri di bawah pohon rindang, berdiri
begitu saja. mengenakan baju yang terlihat seperti kain. warnanya
mencolok dengan kegelapan hutan. putih.
Erik terus melihat, tatapanya terkunci pada kepalanya, yang sedari tadi tergedek ke kiri dan kanan
Erik terus melihat, tatapanya terkunci pada kepalanya, yang sedari tadi tergedek ke kiri dan kanan
setelah
beberapa saat, barulah Erik mengerti, kepalanya tergedek bukan karena
tanpa sebab, melainkan, tepat di lehernya, rupanya menahan berat
kepalanya, apalagi bila lehernya patah
saat itu, Erik sadar, sedari tadi, ia melihat sosok kuntilanak yang sering ia dengar ada di hutan
saat itu, Erik sadar, sedari tadi, ia melihat sosok kuntilanak yang sering ia dengar ada di hutan
umumnya,
memang sering terdengar kabar, bahwa penghuni atau kasarnya,
penunggu-penunggu di dalam hutan adalah korban-korban kecelakaan atau
bencana-bencana yang tidak umum, kini setelah melihatnya dengan mata
kepala sendiri, Erik akhirnya tau, bahwa mereka memang nyata
Damar
sudah kembali, mereka pun melanjutkan perjalanan, rencananya sendiri,
mereka harus sudah menempuh setengah dari jalur pendakian, yang menurut
Damar bila di lihat dari lama jam mereka berjalan, tidak jauh lagi.
Erik lebih sering diam. hal ini membuat Damar penasaran.
Erik lebih sering diam. hal ini membuat Damar penasaran.
asap
rokok mencoba mencairkan suasana, namun Erik lebih memilih diam,
sesekali dia mencuri pandang ke belakang yang jelas-jelas tidak ada
siapapun kecuali Damar.
"onok opo Rik?" (ada apa Rik?)
"gak onok" (gak ada)
Damar tahu, Erik sedang berbohong.
"onok opo Rik?" (ada apa Rik?)
"gak onok" (gak ada)
Damar tahu, Erik sedang berbohong.
barulah,
ketika sampai di tanah lapang, yang artinya pos kedua atau tempat yang
biasa di gunakan sebagai penakaran satwa sudah dekat, Erik baru membuka
suara.
"onok Kuntilanak Dam"
kaget, namun Damar tidak mencoba menanggapi, ia hanya melihat Erik lebih pucat.
"onok Kuntilanak Dam"
kaget, namun Damar tidak mencoba menanggapi, ia hanya melihat Erik lebih pucat.
seteguk
air dalam botol setidaknya mampu menenangkan Erik, setelah di rasa
cukup dan Erik menjadi lebih tenang, seusai cerita bagaimana ia melihat
makhluk itu
Damar yang sekarang memimpin, disinilah, keanehan itu terjadi. Pos yang seharusnya tidak jauh dari tanah lapang, tdk ada
Damar yang sekarang memimpin, disinilah, keanehan itu terjadi. Pos yang seharusnya tidak jauh dari tanah lapang, tdk ada
hampir
2 jam, Damar dan Erik hanya berada di area itu-dan itu terus, hal ini,
membuat mereka akhirnya berpikir buat menginap disana, terlepas dari apa
yang mereka alami malam ini, mereka memutuskan pasrah
sampai, terdengar suara langkah kaki menghentak, dan sontak mereka terjaga
sampai, terdengar suara langkah kaki menghentak, dan sontak mereka terjaga
di ikutilah suara ramai itu. disanalah, Erik dan Damar melihatnya.
orang-orang berjalan berjejeran, seolah ada sesuatu yang sedang mereka kerjakan, sampai mata Erik dan Damar tertuju pada barisan paling depan, disanalah mereka baru sadar, ada Perkuburan mayit.
orang-orang berjalan berjejeran, seolah ada sesuatu yang sedang mereka kerjakan, sampai mata Erik dan Damar tertuju pada barisan paling depan, disanalah mereka baru sadar, ada Perkuburan mayit.
untuk
apa, orang-orang menguburkan jenazah pada malam buta seperti ini.
setidaknya itu yang Damar dan Erik pertama pikirkan. sampai baru mereka
sadar,
"bagaimana mungkin ada penguburan jenazah di tengah hutan?"
"bagaimana mungkin ada penguburan jenazah di tengah hutan?"
keganjilan
itu sebenarnya sudah di rasakan sedari awal masuk ke dalam hutan, mas
Damar dan Erik hanya diam sembari memandangi rombongan itu semakin jauh,
hingga akhirnya, kehadiran mereka benar-benar lenyap di telan kegelapan
hutan.
di
tengah perasaan campur aduk itu, tiba-tiba mas Damar mengeluh kesakitan,
sebenarnya sedari tadi mereka berjalan menempuh medan berat itu, di
bagian selangkangan mas Damar terasa nyeri namun ia mencoba menahanya,
puncaknya, ketika mas Erik mengajak untuk lanjut, tiba-tiba-
mas
Damar mengeluh tidak bisa melanjutkanya, di ceritakanlah kondisinya, dan
ketika di periksa apa yang terjadi, mas Damar gak tau lagi harus
ngomong bagaimana kondisinya ke mas Erik.
"yo opo Mar, isok lanjut ora?" (gimana Mar, bisa lanjut apa tidak?)
Mas Damar memanggil Erik, memintanya mendekat sembari menceritakan keluhanya, dan ketika dia menunjukkan kondisinya saat itu, mas Erik hanya bisa melotot gak percaya atas apa yang dia lihat.
"Janc*k, kenek opo-
Mas Damar memanggil Erik, memintanya mendekat sembari menceritakan keluhanya, dan ketika dia menunjukkan kondisinya saat itu, mas Erik hanya bisa melotot gak percaya atas apa yang dia lihat.
"Janc*k, kenek opo-
koen?" (sialan, kenapa dengan kamu ini?) tanya mas Erik, matanya fokus melihat sesuatu yang ganjil itu.
mas Damar hanya diam, wajahnya sudah pucat, jangankan menjawab pertanyaan Erik, kapan dan bagaimana ini terjadi saja, mas Damar tidak tahu.
"gak eroh Rik" (gak tau Rik)
mas Damar hanya diam, wajahnya sudah pucat, jangankan menjawab pertanyaan Erik, kapan dan bagaimana ini terjadi saja, mas Damar tidak tahu.
"gak eroh Rik" (gak tau Rik)
melihat
kondisi mas Damar seperti itu, mas Erik akhirnya menyuruh mas Damar
bersandar di pohon, pikiranya fokus ke rombongan yang tadi lewat, jin
atau bukan, mas Erik harus memanggil mereka, agar mas Damar segera
tertolong.
tidak hanya itu, hal seperti ini baru pertama kali-
tidak hanya itu, hal seperti ini baru pertama kali-
mas
Erik hadapi, bagaimana bisa terjadi hal-hal seperti ini, padahal mereka
tidak lupa berdoa agar di lancarkan semuanya, tapi, kok bisa tes*isnya
si Damar membesar seperti itu, besarnya sendiri nyaris sama seperti
kepalan tangan yang menggenggam.
mas Erik cuma berpikir satu-
mas Erik cuma berpikir satu-
hal, pasti Jin gunung yang melakukanya.
Mas Erik pun meninggalkan mas Damar seorang diri, ia berlari menembus semak belukar, menuju ke rombongan yang sudah hilang lenyap di tengah kegelapan.
Mas Erik pun meninggalkan mas Damar seorang diri, ia berlari menembus semak belukar, menuju ke rombongan yang sudah hilang lenyap di tengah kegelapan.
ada
hal yang aneh dan entah mas Damar dengar atau tidak tapi mas Erik yakin,
tadi ketika mereka mengintip rombongan itu, ia mendengar suara gamelan
yang di dengungkan. hal itulah yang membuat mas Erik tidak berani
bicara, karena fokus mendengar alunan dari gamelan yang di pukul
tidak
hanya itu, ekspresi wajah dari iring-iringan itu, tidak satupun
menunjukkan wajah sedih atau bersimpati, sebaliknya, wajah-wajah itu,
sumringah seperti sedang mengadakan pesta.
lalu, keranda mayit yang di pinggul pun asing, biasanya di tutup dengan kain hijau tua, namun-
lalu, keranda mayit yang di pinggul pun asing, biasanya di tutup dengan kain hijau tua, namun-
yang
mas Erik dan Damar lihat, keranda mayit itu di tutup dengan kain hitam
lengkap dengan bunga melati terajut sebagai pengiringnya.
hal-hal itu yang di jadikan mas Erik patokan, semoga ia masih bisa mendengar iring-iringan musik gamelan, dan semoga mereka memang manusia
hal-hal itu yang di jadikan mas Erik patokan, semoga ia masih bisa mendengar iring-iringan musik gamelan, dan semoga mereka memang manusia
berlari
kurang lebih 10 menit dan semakin jauh lokasinya dari mas Damar yang
masih menahan nyeri, mas Erik sadar, rombongan itu sudah lenyap,
menyisahkan tanda tanya, bagaimana bisa mereka berjalan santai dengan
gendong mayit di medan yang naik turun seperti ini.
putus
asa, mas Erik akhirnya menelusuri jalanya lagi, kembali, ke tempat
dimana mas Damar tak berdaya. ia berharap segera selesai dan keluar dari
area belantara ini.
rupanya
ketika kembali, mas Erik kaget saat di hadapanya, mas Damar tidak
sendirian, di depanya, ada nenek-nenek tua, di punggungnya, ia memanggul
kayu bakar.
terlihat dari jauh, mas Damar tampak mengobrol dengan sosok asing itu, membuat mas Erik bertanya2, ragu, lalu mendekat
terlihat dari jauh, mas Damar tampak mengobrol dengan sosok asing itu, membuat mas Erik bertanya2, ragu, lalu mendekat
saat
itulah baru di ketahui nenek itu adalah warga lokal, ia tinggal di desa
tidak jauh dari tempat mereka berada, nenek itu menawarkan tempat
persinggahan, sekaligus memberitahu bila apa yang terjadi pada mas Damar
adalah akibat dari "Weltuk"
"nopo niku?" (apa itu?) tanya Erik
"nopo niku?" (apa itu?) tanya Erik
disitulah
si nenek yang mengaku bisa menyembuhkan mas Damar bercerita, Weltuk itu
adalah Demit (lelembut) penunggu sungai yang marah sama mas Damar
karena tanpa sengaja, mas Damar sudah mengencinginya.
akibatnya, mas Damar di selentek (di keplak) area kemalu*nya,
akibatnya, mas Damar di selentek (di keplak) area kemalu*nya,
ragu
dan khawatir awalnya, ketika si nenek yang di panggil mbah dok itu
menawarkan mas Erik dan mas Damar untuk mengikutinya ke desa tempatnya
tinggal.
tapi karena keadaan saat itu benar-benar darurat, memaksa mas Erik akhirnya setuju, di boponglah mas Damar, dengan kondisi itu
tapi karena keadaan saat itu benar-benar darurat, memaksa mas Erik akhirnya setuju, di boponglah mas Damar, dengan kondisi itu
selama
perjalanan, si nenek bercerita banyak hal, salah satunya mengatakan
permisi kalau mau buang hajat atau apapun, mereka tidak terlihat bukan
tentu tidak ada, meskipun hanya sekedar ijin dengan suara berbisik pun,
mereka bisa mendengar, termasuk Wanggul yang sekarang-
mengikuti mas Erik.
kaget. mas Erik kemudian bertanya dengan muka ngeri. "wanggul apa mbah?"
si nenek berhenti, melihat jauh ke belakang, disana ia menunjuk.
"Hantu wanita yang mati karena kecelakaan, lehernya patah, dan dari tadi dia ngikutin kamu. wangi apa yang kamu cium?"
kaget. mas Erik kemudian bertanya dengan muka ngeri. "wanggul apa mbah?"
si nenek berhenti, melihat jauh ke belakang, disana ia menunjuk.
"Hantu wanita yang mati karena kecelakaan, lehernya patah, dan dari tadi dia ngikutin kamu. wangi apa yang kamu cium?"
mas Erik pun mengatakanya. "sembujo"
si Nenek mengangguk. "ra popo nek sembujo, gorong ambu batang yo kan, nek iku baru bahaya" (tidak apa-apa kalau sembujo, kalau bau bangkai, nah itu baru berbahaya)
si Nenek mengangguk. "ra popo nek sembujo, gorong ambu batang yo kan, nek iku baru bahaya" (tidak apa-apa kalau sembujo, kalau bau bangkai, nah itu baru berbahaya)
(sebenarnya,
kata mas Erik, bahasanya si nenek ini jawa halus, tapi karena gw gak
bisa, pake bahasa jawa halus, pake bahasa suroboyoan aja ya. mohon maaf)
"trus yok nopo mbah, sampe kapan kulo bakal di tut'i" (lalu bagaimana mbah, sampai kapan saya akan di ikuti)
"bar engkok ngaleh dewe" (biarkan saja, nanti juga pergi sendiri) kata si mbah.
benar rupanya. di depan, terlihat sebuah desa, namun, desanya ini, tidak terlalu besar
"bar engkok ngaleh dewe" (biarkan saja, nanti juga pergi sendiri) kata si mbah.
benar rupanya. di depan, terlihat sebuah desa, namun, desanya ini, tidak terlalu besar
rumah-rumahnya
terbuat dari anyaman bambu, pokoknya, sangat jauh berbeda dengan
kondisi rumah jaman sekarang yang di bangun dengan bata dan semen.
tepat di sudut rumah paling ujung, gentingnya terbuat dari ranting dengan di tutup daun kelapa kering, si mbah mempersilahkan masuk.
tepat di sudut rumah paling ujung, gentingnya terbuat dari ranting dengan di tutup daun kelapa kering, si mbah mempersilahkan masuk.
"turokno kunu sek kancamu" (tidurkan dulu temanmu disitu)
si mbah masuk ke ruangan dalam, sedangkan mas Erik dan Damar di tinggal di teras rumah, ada bangku besar untuk merebahkan badan mas Damar, mas Erik masih gak habis pikir, hanya karena kencing bisa seperti ini.
si mbah masuk ke ruangan dalam, sedangkan mas Erik dan Damar di tinggal di teras rumah, ada bangku besar untuk merebahkan badan mas Damar, mas Erik masih gak habis pikir, hanya karena kencing bisa seperti ini.
selidik
demi selidik, mas Erik melihat kesana-kemari, tatapanya menyapu dari
rumah ujung ke ujung, hanya ada 13 atau kurang rumah disini, dan
sebelumnya ia tidak pernah dengar di daerah ini ada desa.
namun, tengah malam seperti ini, desa ini sunyi dan sepi, cukup membuat ngeri
namun, tengah malam seperti ini, desa ini sunyi dan sepi, cukup membuat ngeri
si
mbah keluar, di tanganya, ada kendi, "ngumbi iki, trus pas ngumbi ngadep
kidul ben penyakite minggat nang kidul yo le" (minum ini lalu pas minum
nanti menghadap ke selatan, biar penyakitnya pergi ke selatan ya nak)
berusaha keras berdiri, mas Damar menenggak air itu
berusaha keras berdiri, mas Damar menenggak air itu
"sak
iki melbu ae nang omah, ojok metu sek, ben balasado' ne ngalih disek,"
(sekarang masuk rumah, jangan keluar dulu, biar bencananya bisa perdi)
mas Erik tidak paham maksud si mbah saat mengatakan balasado, namun mas Erik mengiyakan tawaran itu, kali ini mereka yakin, mbah-
mas Erik tidak paham maksud si mbah saat mengatakan balasado, namun mas Erik mengiyakan tawaran itu, kali ini mereka yakin, mbah-
yang menolong mereka mungkin memang manusia.
di dalam rumah, persis seperti yang di bayangkan mas Erik, rumah desa yang benar-benar seperti pedalaman, tidak mungkin ada listrik, bahkan peralatanya semua benar-benar lawas
di dalam rumah, persis seperti yang di bayangkan mas Erik, rumah desa yang benar-benar seperti pedalaman, tidak mungkin ada listrik, bahkan peralatanya semua benar-benar lawas
mas
Damar sudah tertidur lelap setelah di persilahkan untuk istirahat, saat
itulah, kaget bukan main, mas Erik mendengar suara gamelan itu.
sekarang mas Erik baru paham, mungkin rombongan itu adalah rombongan orang-orang desa ini, namun, kenapa musik gamelanya seperti dekat skli
sekarang mas Erik baru paham, mungkin rombongan itu adalah rombongan orang-orang desa ini, namun, kenapa musik gamelanya seperti dekat skli
si
mbah menuju ke pintu dan membukanya, di depanya ada anak kecil, wajahnya
pucat, dan ekspresinya tidak menyenangkan, semakin di pandang, membuat
hati mas Erik jadi gelisah sendiri.
si mbah tampak mengobrol lama, mencoba mencuri dengar, mas Erik hanya mendengar kalimat patah2
si mbah tampak mengobrol lama, mencoba mencuri dengar, mas Erik hanya mendengar kalimat patah2
kalimat yang di dengar mas Erik hanya. "wayahe. sedo, Bolo, Randak" (giliran. Mati, Saudara, Ilmu)
habis itu, pintu di tutup, si mbah kembali masuk dan mengambil kain, lalu menutup kepalanya dengan kain itu, disana, mas Erik pun bertanya.
"bade pundi mbah?" (mau kemana mbah?)
habis itu, pintu di tutup, si mbah kembali masuk dan mengambil kain, lalu menutup kepalanya dengan kain itu, disana, mas Erik pun bertanya.
"bade pundi mbah?" (mau kemana mbah?)
saat
itulah si mbah menawarkan mas Erik apakah mau ikut atau tidak. tawaran
itu awalnya membuat ragu mas Erik, karena ia harus menjaga mas Damar,
tapi ada keinginan besar yang membuat penasaran, terutama bila melihat
wajah anak pucat itu.
seperti ada sesuatu yang ganjil
seperti ada sesuatu yang ganjil
mas
Erik pun ikut, setelah lama menimbang-nimbang keputusan. rupanya, mas
Erik di bawa di sebuah rumah, di depanya banyak orang sudah menunggu.
benar dugaanya. ada gamelan yang di tabuh di antara kerumunan itu, tidak beberapa lama, pandangan mas Erik menuju ke pintu rumah.
benar dugaanya. ada gamelan yang di tabuh di antara kerumunan itu, tidak beberapa lama, pandangan mas Erik menuju ke pintu rumah.
keluar
4 lelaki setengah baya, mereka mengangkat keranda mayit, yang membuat
mas Erik tidak nyaman. dalam pikiranya ia bertanya-tanya. tadi bukanya
sudah melakukan prosesi pemakaman, kok di adakan pemakaman lagi.
disanalah, si mbah yang memimpin, ia berjalan di barisan depan.
disanalah, si mbah yang memimpin, ia berjalan di barisan depan.
karena
sudah setengah jalan, mas Erik pun terpaksa mau tidak mau harus ikut.
di sepanjang perjalanan yang naik turun, tampak wajah-wajah itu
menunjukkan ekspresi sumringah.
hal-hal ganjil seperti itu yang membuat mas Erik gak habis pikir. namun ia mencoba menahan diri.
hal-hal ganjil seperti itu yang membuat mas Erik gak habis pikir. namun ia mencoba menahan diri.
sampailah
mereka di sebuah tempat, ada 2 tanah lapang yang kesemuanya sama,
pemakman kembar, setidaknya itu yang terlihat. si mayit sudah di
turunkan dan ketika keranda di buka, mas Erik hanya diam bengong melihat
sesiapa yang akan di makamkan hari ini.
rupanya, yang akan di makamkan malam ini adalah, bocah yang tadi berdiri di depan pintu si mbah.
"Jan*uk lah" batin mas Erik, seolah gak percaya apa yang dia lihat, semakin di lihat, wajahnya semakin sama persis dengan apa yang mas Erik saksikan.
tidak mungkin ia salah lihat.
"Jan*uk lah" batin mas Erik, seolah gak percaya apa yang dia lihat, semakin di lihat, wajahnya semakin sama persis dengan apa yang mas Erik saksikan.
tidak mungkin ia salah lihat.
gw
yang dnger mas Erik cerita menatap bingung. "mksude yo opo mas, cah sing
di kbur iku podo mbek cah sing nggedor lawang mbah iku?" (maksudnya
gimana mas, anak yang di kubur itu sama persis sama anak yang gedor
pintu itu kah?)
mas Erik menghisap rokoknya, lama, lalu, mengangguk
mas Erik menghisap rokoknya, lama, lalu, mengangguk
"ra
mungkin" (gak mungkin ah) kata gw mencoba berkilah, namun sanggahan gw
hanya di jawab dengan wajah murung mas Erik, gak cuma itu, mas Damar
yang terkenal realistis pun hanya diam, matanya tertuju pada segelas
kopi yang mulai dingin.
Malam melanjutkan ceritanya.
Malam melanjutkan ceritanya.
mau
tidak mau, mas Erik menyaksikan prosesi pemakaman itu. di tengah
pemakaman, mas Erik melihat gelagat yang aneh, dimana, semua orang
tampak sedang menari-nari, beberapa bernyanyi dengan nada gamelan
mengalun-alun, yang lebih membuat mas Erik tidak bisa mengerti, adalah-
si bocah, di kubur dengan mata masih terbuka lebar.
gw gak bisa bedain antara mau ketawa atau menahan ngeri mendengar cerita mas Erik.
"piye maksude mas, cah iku wes mati opo durung asline" (gimana sih maksudnya, itu anak sudah mati apa belum sebenarnya?)
Mas Erik masih diam lama, kemudian mas Damar memotong cerita mas Erik.
"piye maksude mas, cah iku wes mati opo durung asline" (gimana sih maksudnya, itu anak sudah mati apa belum sebenarnya?)
Mas Erik masih diam lama, kemudian mas Damar memotong cerita mas Erik.
***
Hening. sepi. sunyi. setidaknya itulah yang di rasakan mas Damar, ia terbangun meski mata masih terkantuk-kantuk. di lihatlah kesana-kemari, ia baru ingat, ia baru saja terlelap di atas ranjang rumah seseorang.
seorang wanita tua yang menawarkan rumahnya.
Hening. sepi. sunyi. setidaknya itulah yang di rasakan mas Damar, ia terbangun meski mata masih terkantuk-kantuk. di lihatlah kesana-kemari, ia baru ingat, ia baru saja terlelap di atas ranjang rumah seseorang.
seorang wanita tua yang menawarkan rumahnya.
di carinya mas Erik namun tidak di temukan kawan seperjalananya ini.
maka, dengan tatapan kebingungan sekaligus penasaran, kemana semua orang pergi. mas Damar, mencoba memanggil-manggil mas Erik, namun tak kunjung ada jawaban, begitu juga dengan wanita tua itu.
maka, dengan tatapan kebingungan sekaligus penasaran, kemana semua orang pergi. mas Damar, mencoba memanggil-manggil mas Erik, namun tak kunjung ada jawaban, begitu juga dengan wanita tua itu.
dengan
keadaan masih linglung, ia melihat kondisinya, ukuran Tes*isnya belum
normal, namun jauh lebih baik di bandingkan beberapa saat yang lalu.
mas Damar berdiam diri sebentar, di lihatnya langit-langit dari teras rumah, masih gelap. ucapnya dalam hati. artinya, 1 malam-
mas Damar berdiam diri sebentar, di lihatnya langit-langit dari teras rumah, masih gelap. ucapnya dalam hati. artinya, 1 malam-
belum terlewati.
mas Damar pun kembali masuk ke rumah yang lebih terlihat seperti gubuk itu. sampai, ia merasa penasaran dengan ruangan dalam milik si wanita tua itu.
dengan perlahan, mas Damar mendekat.
mas Damar pun kembali masuk ke rumah yang lebih terlihat seperti gubuk itu. sampai, ia merasa penasaran dengan ruangan dalam milik si wanita tua itu.
dengan perlahan, mas Damar mendekat.
di
dalam rumah, mas Damar mencium bebauan yang familiar, rupanya itu adalah
bau dari daun sirih yang di gunakan wanita tua itu. bagaimana mas Damar
tau bebauan itu, karena rupanya, mas Damar sudah sering menciumnya di
rumah mbh buyutnya yang juga menggnakan itu tuk pembersih gigi
tangan
mas Damar cekatan memeriksa rumah itu. meski tidak sopan, rasa
penasaran mas Damar begitu besar, matanya sibuk mengawasi ini itu,
sampai, pandanganya menangkap sebuah kotak dengan ukiran majapala,
sebuah ukiran khas jawa, mas Damar pun, mendekat.
pelan, pelan, pelan.
pelan, pelan, pelan.
rupanya,
kotak itu tidak di kunci, dengan leluasa mas Damar pun mengangkatnya,
namun, perasaan mas Damar mendadak tidak enak, bebauan yang awalnya di
dominasi bebauan daun sirih tiba-tiba lenyap begitu saja, berganti
menjadi bebauan seperti kentang atau umbi kayu yang di bakar
semua
orang tau, bebauan itu bebauan apa. biasanya, ketika mencium bebauan
lenguh seperti itu maka artinya, tidak jauh dari tempatmu berdiri, ada
makhluk familiar yang sudah terkenal sedang mengawasimu. pocong.
namun, mas Damar belum tahu akan hal ini, ia nekat membuka kotak itu
namun, mas Damar belum tahu akan hal ini, ia nekat membuka kotak itu
begitu
kotak di buka, mas Damar menatap heran, karena yang ia lihat hanya
tumpukan pakaian bernuansa warna putih, tertumpuk berantakan begitu
saja, maka mas Damar bersiap menutupnya lagi, namun, tiba-tiba dia
curiga dengan pakaian itu.
di ambilah satu helai pakaian.
di ambilah satu helai pakaian.
dan
ketika pakaian itu terangkat di tanganya, ia memeriksa dengan seksama,
sampai ia yakin dan menatap ngeri pakaian itu. rupanya itu adalah kain
kafan yang sudah di ikat sedemikian rupa, membentuk sampul untuk
mebungkus mayit.
mas Damar sontak melempar pakaian itu begitu saja.
mas Damar sontak melempar pakaian itu begitu saja.
tiba-tiba,
ketika mas Damar bersiap untuk pergi dari tempat itu, matanya tercekat,
menatap sosok yang tengah berdiri tepat di depanya. matanya hitam dan
wujudnya sangat mengerikan.
kini ada sosok pocong tengah berdiri tepat di depanya.
kini ada sosok pocong tengah berdiri tepat di depanya.
ingin segera pergi, namun kaki mas Damar malah kaku tak mau di gerakkan, sementara si pocong masih berdiri memandanginya.
bila ada satu permintaan yang bisa mas Damar minta, mungkin ia akan meminta untuk jatuh pingsan. sungguh, peristiwa itu benar-benar peristiwa tak terlupakan
bila ada satu permintaan yang bisa mas Damar minta, mungkin ia akan meminta untuk jatuh pingsan. sungguh, peristiwa itu benar-benar peristiwa tak terlupakan
di situlah, akhirnya mas Damar mendengar suaranya.
lirih, namun membuat bulukuduk berdiri, si pocong mengatakanya. "tali pocong" "tali pocong"
mas Damar masih mematung, ketakutan benar-benar mengeraskan syarafnya, hingga, suara pintu terbanting membuat mas Damar tercekat panik
lirih, namun membuat bulukuduk berdiri, si pocong mengatakanya. "tali pocong" "tali pocong"
mas Damar masih mematung, ketakutan benar-benar mengeraskan syarafnya, hingga, suara pintu terbanting membuat mas Damar tercekat panik
di
lihatnya si mbah sudah kembali dengan wajah marah dan memaki, entah apa
yang terjadi, ia melihat si mbah mencengkram ujung kain kafan si pocong,
menyeretnya dengan tangan kosong lalu melemparkanya tepat di kebun
belakang rumah gubuk itu.
kejadian yang baru saja terjadi,-
kejadian yang baru saja terjadi,-
membuat mas Damar tidak habis pikir.
wanita itu menatap mas Damar dengan tatapan dingin sembari berujar "nek ra eroh opo opo, ojok grusak grusuk yo le, nyowo onok regane" (jika kamu tidak tahu apa apa, jangan sembarangan ya nak, nyawamu ada harganya)
wanita itu menatap mas Damar dengan tatapan dingin sembari berujar "nek ra eroh opo opo, ojok grusak grusuk yo le, nyowo onok regane" (jika kamu tidak tahu apa apa, jangan sembarangan ya nak, nyawamu ada harganya)
kalimat itu masih terbayang di pikiran mas Damar bahkan hingga saat ini.
mas
Erik baru sadar, sedari tadi, si mbah tidak kelihatan, padahal ia ikut
karena si mbah yang menyuruhnya, di tambah rasa penasaran kenapa
memakamkan seseorang saja sampai ambil waktu selarut ini, disinilah mas
Erik di buat kaget.
"loh, tali pocong'e rung di buka iku loh"
"loh, tali pocong'e rung di buka iku loh"
(loh, kenapa tali pocongnya belum di buka?)
namun, tak seorangpun mendengarkan peringatan dari mas Erik, mereka tetap menutup lubang kubur dengan tanah, disinilah mas Erik merasakan firasat teramat buruk.
"Desa Edan" (desa gila)
maka, ia segera meninggalkan tempat itu.
namun, tak seorangpun mendengarkan peringatan dari mas Erik, mereka tetap menutup lubang kubur dengan tanah, disinilah mas Erik merasakan firasat teramat buruk.
"Desa Edan" (desa gila)
maka, ia segera meninggalkan tempat itu.
sampai di rumah si mbah, mas Erik melihat mas Damar, mata mereka saling menangkap satu sama lain.
disini, mereka curiga.
Desa ini, mungkin bukan Desa manusia, namun ada hal yang lebih besar dari semua itu. ada misteri apa yang di sembunyikan di desa ini.
disini, mereka curiga.
Desa ini, mungkin bukan Desa manusia, namun ada hal yang lebih besar dari semua itu. ada misteri apa yang di sembunyikan di desa ini.
di
tengah kebingungan, langkah kaki si mbah mengejutkan mereka, wajahnya
yang sempat mengeras ketika melihat mas Damar kini sudah berubah seperti
sedia kala, seperti saat pertama kali mereka bertemu dengan si mbah.
"le, kamar'e wes si mbah siapke" (nak kamarnya sudah disiapkan)
"le, kamar'e wes si mbah siapke" (nak kamarnya sudah disiapkan)
mau
tidak mau, mereka pun masuk ke sebuah kamar yang asing, tidak ada hal
yang menarik selain ranjang dengan lasa(tikar anyaman) sebagai alasnya,
namun, mereka sepakat, keganjilan semua peristiwa ini seperti mengerucut
pada sesuatu. namun, belum ada yang berani menarik kesimpulan
sampai,
di tengah keheningan ketika mereka sudah saling merebahkan tubuh untuk
sekedar membuang lelah. terdengar suara yang tidak asing lagi di telinga
mereka.
suaranya riuh, namun sangat tipis, seperti dari tempat yang jauh.
itu adalah suara pitik (ayam) yang pernah terdengar.
suaranya riuh, namun sangat tipis, seperti dari tempat yang jauh.
itu adalah suara pitik (ayam) yang pernah terdengar.
mas
Erik lah yang pertama bangun, ia melihat kesana kemari untuk memastikan
sesuatu sampai, mas Erik akhirnya menggoyangkan badan mas Damar, ia baru
sadar, wajah mas Damar terlihat pucat pasi, seperti menyembunyikan
sesuatu.
"Mar, krungu ora?" (Mar, dengar apa tidak?)
"Mar, krungu ora?" (Mar, dengar apa tidak?)
mas
Damar masih diam, mencerna setiap kalimat mas Erik, sampai akhirnya ia
mengatakan "Rik, awakmu percoyo, pocong ora?" (Rik, kamu percaya gak
sama Pocong?)
kalimat
itu mengingatkan mas Erik dengan peristiwa yang baru saja ia alami,
matanya menatap tajam mas Damar, ia tidak tau harus menceritakanya
darimana.
"aku tau krungu, jare'ne, suara pitik, iku nunjuk'ke nek onok pocong gok sekitar kene" (aku pernah dengar, katanya, kalau-
"aku tau krungu, jare'ne, suara pitik, iku nunjuk'ke nek onok pocong gok sekitar kene" (aku pernah dengar, katanya, kalau-
dengar suara ayam, artinya ada pocong di dekat sini)
"Mar"
akhirnya mas Erik menceritakan kejadian yang menimpanya. "Deso iki gak
beres, ayok minggat ae, nd*k mu wes gak popo toh" (Mar, desa ini gak
beres, ayo pergi saja, tes*ismu sudah gak papa kan)
mendengar itu, mas Damar kemudian juga mengatakanya.
"Rik. koyok'e si mbah iki"
mendengar itu, mas Damar kemudian juga mengatakanya.
"Rik. koyok'e si mbah iki"
(Rik
sepertinya si mbah) belum selesai melanjutkan kalimat itu, tetiba mata
mas Damar menatap ke jendela kamar yang hanya tertutup gorden, disana,
ia melihat wajah mengintip.
"Rik. minggat ae tekan kene" (Rik ayo kita pergi saja dari sini)
"opo to, onok opo?" (ada apa?)
"Rik. minggat ae tekan kene" (Rik ayo kita pergi saja dari sini)
"opo to, onok opo?" (ada apa?)
"gok
cendelo, gok cendelo!!" (di jendela!! di jendela!!) mas Damar menunjuk
ke arah jendela, "gok cendelo onok si mbah!!" (di jendela ada wajah si
mbah)
kaget,
saat itu juga mas Erik langsung mengemasi barang bawaanya, di ikuti mas
Damar, mereka bergegas keluar dari rumah itu, namun, baru saja membuka
pintu kamar, di depanya, si mbah berdiri, wajahnya menatap mas Damar dan
mas Erik bergantian.
"Kate nang ndi to le"
"Kate nang ndi to le"
(mau kemana nak?)
mas Damar lah yang pertama maju. "Mbah, ngapunten. kulo bade mantok mbah" (mbah, mohon maaf, kami mau pulang)
"muleh nang ndi" (pulang kemana?)
"ten griya kulo mbah" (ke rumah saya sendiri mbah)
si mbah awalnya hanya berdiri, namun perlahan-lahan, tubuhnya-
mas Damar lah yang pertama maju. "Mbah, ngapunten. kulo bade mantok mbah" (mbah, mohon maaf, kami mau pulang)
"muleh nang ndi" (pulang kemana?)
"ten griya kulo mbah" (ke rumah saya sendiri mbah)
si mbah awalnya hanya berdiri, namun perlahan-lahan, tubuhnya-
tertekuk,
lalu membungkuk menatap mereka dengan senyuman paling mengerikan yang
pernah mas Erik dan mas Damar lihat seumur hidup.
"Penyakitmu wes waras le?" (penyakitmu sudah sembuh kah nak?)
mas Damar terdiam lama, disini, mas Erik yang kemudian maju.
"mbah, panjenengan-
"Penyakitmu wes waras le?" (penyakitmu sudah sembuh kah nak?)
mas Damar terdiam lama, disini, mas Erik yang kemudian maju.
"mbah, panjenengan-
sinten asline?" (sebenarnya anda itu siapa?)
saat itulah, senyuman buruk rupa itu menjelma menjadi suara tawa yang membuat mas Erik dan mas Damar menggigil karena ngeri, bulukuduk mereka berdiri, dan dada mereka berdetak tanpa henti.
saat itulah, senyuman buruk rupa itu menjelma menjadi suara tawa yang membuat mas Erik dan mas Damar menggigil karena ngeri, bulukuduk mereka berdiri, dan dada mereka berdetak tanpa henti.
"Deso
Gondo Mayit" (Desa perenggut nyawa) kata si mbah, dengan langkah
tertatih mendekati mas Erik dan mas Damar yang beringsut mundur, "sopo
wes melbu Deso iki, ra bakal isok muleh le, wes, nurut'o omong si mbah"
(sesiapa yang sudah masuk ke desa ini, tidak akan bisa keluar-
(sesiapa yang sudah masuk ke desa ini, tidak akan bisa keluar-
nurut saja sama ucapan saya)
di tengah keheningan itu. suara ayam yang lirih itu terdengar semakin sering, "krungu suoro iku le?" (kalian mendengar suara itu nak?)
"Eroh artine?" (tahu artinya)
Mas Erik dan mas Damar masih menjaga jarak dari langkah si mbah,
"Mayit" (Pocong)
di tengah keheningan itu. suara ayam yang lirih itu terdengar semakin sering, "krungu suoro iku le?" (kalian mendengar suara itu nak?)
"Eroh artine?" (tahu artinya)
Mas Erik dan mas Damar masih menjaga jarak dari langkah si mbah,
"Mayit" (Pocong)
setelah mengatakan itu, seolah ada sesuatu yang membuat perasaan mas Erik dan mas Damar tidak enak.
benar saja. tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba terdengar suara pintu di banting dengan sangat keras, masalahnya,adalah setelah suara bantingan itu.
benar saja. tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba terdengar suara pintu di banting dengan sangat keras, masalahnya,adalah setelah suara bantingan itu.
gubuk
yang terbuat dari bambu itu, serempak terdengar suara gebrakan di semua
sisi, si mbah tertawa semakin keras, nyali mas Erik dan mas Damar
benar-benar di paksa sampai ke titik frustasi, karena tidak ada yang
bisa ia lakukan.
seolah-olah kejadian ini seperti mimpi belaka.
seolah-olah kejadian ini seperti mimpi belaka.
suara-suara itu mengisyaratkan satu hal, di sekeliling rumah pasti ada sesuatu.
si mbah yang awalnya membungkuk, kemudian mulai terjatuh, terjerembab di atas tanah, dengan mata mendelik, melotot ke arah mas Erik dan mas Damar, si mbah mulai merangkak.
si mbah yang awalnya membungkuk, kemudian mulai terjatuh, terjerembab di atas tanah, dengan mata mendelik, melotot ke arah mas Erik dan mas Damar, si mbah mulai merangkak.
kedua
kaki si mbah seperti lumpuh, ia merangkak hanya menggunakan tanganya,
dengan bibir yang komat-kamit entah apa yang di ucapkanya. si mbah terus
mendekat.
mas Damar sudah mulai melantunkan doa, meminta agar sesiapapun bisa menolongnya, mas Erik, hanya terdiam sembari meracau
mas Damar sudah mulai melantunkan doa, meminta agar sesiapapun bisa menolongnya, mas Erik, hanya terdiam sembari meracau
"janc*k!! janc*k!!"
saat itulah, tercium aroma familiar yang seolah menyadarkan mas Erik dan mas Damar, aroma itu adalah aroma Sembujo.
aroma itu semakin menyengat.
semakin menyengat, suara ramai yang sedari tadi menciutkan nyali mas Erik dan mas Damar perlahan sirna.
saat itulah, tercium aroma familiar yang seolah menyadarkan mas Erik dan mas Damar, aroma itu adalah aroma Sembujo.
aroma itu semakin menyengat.
semakin menyengat, suara ramai yang sedari tadi menciutkan nyali mas Erik dan mas Damar perlahan sirna.
"gok
mburi onok lawang rik" (di belakang ada pintu Rik) teriak mas Damar,
mereka bergegas lari, dan si mbah masih berusaha mengejar
di lihatnya kotak yang mas Damar lihat tadi, namun segera ia tepis pikiran-pikiran yang masih menyimpan tanda tanya, apa maksud dari kain kafan itu
di lihatnya kotak yang mas Damar lihat tadi, namun segera ia tepis pikiran-pikiran yang masih menyimpan tanda tanya, apa maksud dari kain kafan itu
yang ia lihat pertama dari halaman belakang rumah adalah berpetak-petak tanaman singkong.
aroma sembujo masih tercium menyengat, anehnya, hanya mas Erik yang menciumnya.
"melok aku Mar" (ikut aku Mar)
entah terjepit atau apa, mas Erik merasa, aroma ini seperti memberinya jalan
aroma sembujo masih tercium menyengat, anehnya, hanya mas Erik yang menciumnya.
"melok aku Mar" (ikut aku Mar)
entah terjepit atau apa, mas Erik merasa, aroma ini seperti memberinya jalan
benar
saja, langkah mereka perlahan menuju ke tanah hutan, pepohonan yang
sedari tadi menjadi penanda perjalanan mereka kini mulai mereka
telusuri. mas Erik meyakinkan mas Damar, Desa itu di huni oleh Mayat.
pertanyaanya adalah, kenapa mayat harus di kuburkan lagi.
pertanyaanya adalah, kenapa mayat harus di kuburkan lagi.
"kain kafan Rik. opo onok hubungane?" (kain kafan Rik, apa ada hubunganya?)
mas Erik terlihat bingung.
"gok kotak sing nang pawon, akeh kain kafan di tumpuk" (di kotak yang ada di dapur, ada banyak kain kafan)
mas Erik dan mas Damar masih berpikir, sampai, ia baru sadar.
mas Erik terlihat bingung.
"gok kotak sing nang pawon, akeh kain kafan di tumpuk" (di kotak yang ada di dapur, ada banyak kain kafan)
mas Erik dan mas Damar masih berpikir, sampai, ia baru sadar.
di tempat mereka berdiri. mereka tidak sendirian lagi
dari balik pohon, banyak sepasang mata yang mengawasi, dan setelah di perhatikan lagi, itu adalah sosok pocong, tidak hanya satu pocong namun hampir ada puluhan pocong, mas Damar dan mas Erik, terdiam mematung sendiri-sendiri
dari balik pohon, banyak sepasang mata yang mengawasi, dan setelah di perhatikan lagi, itu adalah sosok pocong, tidak hanya satu pocong namun hampir ada puluhan pocong, mas Damar dan mas Erik, terdiam mematung sendiri-sendiri
mas Damar lah yang mendengar suara-suara mereka, "Tali pocong" "Tali pocong"
"krungu ora Rik" (dengar apa tidak rik)
"krungu opo?" (dengar apa?)
"Tali pocong" (Tali mayit)
setelah mendengar itu, mas Erik baru paham. "kuburan." "kuburan mar,"
"Mayit'e tali pocong'e "
"krungu ora Rik" (dengar apa tidak rik)
"krungu opo?" (dengar apa?)
"Tali pocong" (Tali mayit)
setelah mendengar itu, mas Erik baru paham. "kuburan." "kuburan mar,"
"Mayit'e tali pocong'e "
(Tali pocong di mayatnya) "rung onok sing di bukak" (belum ada yang di bukak)
mereka pun berlari, membiarkan pocong-pocong itu mengikuti. yang mengerikan, pocong pocong itu terbang di atas mereka.
"kuburan'e nang ndi?" (kuburanya dimana?)
"nang kono" (disana)
mereka pun berlari, membiarkan pocong-pocong itu mengikuti. yang mengerikan, pocong pocong itu terbang di atas mereka.
"kuburan'e nang ndi?" (kuburanya dimana?)
"nang kono" (disana)
"itu ngapain pocongnya ngikutin gitu mas?" tanya gw yang penasaran.
mas Damar menatap gw, mencoba berpikir sebelum bilang. "ini cuma asumsi sih, tapi kayanya ada hubunganya sama mbah mbah yang kami temui" kata mas Damar,
mas Erik seperti mengiyakan ucapan mas Damar.
mas Damar menatap gw, mencoba berpikir sebelum bilang. "ini cuma asumsi sih, tapi kayanya ada hubunganya sama mbah mbah yang kami temui" kata mas Damar,
mas Erik seperti mengiyakan ucapan mas Damar.
di
tengah gelapnya hutan, mas Damar dan mas Erik gak berhenti berlari,
alasanya, manusia normal mana yang gak ketakutan di ikuti hampir selusin
atau lebih kain kafan terbang ke kiri dan kanan sembari mendengar
mereka mengatakan tali pocong-tali pocong di sepanjang perjalanan.
setelah
menembus rimbun semak belukar dan naik turun di tanah menanjak, mas
Erik menunjuk sebuah gubuk satu-satunya. mas Erik tau, gubuk itu penanda
kuburan kembar itu.
kenapa di sebut kuburan kembar, rupanya, ada 2 pemakaman yang sejajar dan hanya terpisah oleh pagar bambu.
kenapa di sebut kuburan kembar, rupanya, ada 2 pemakaman yang sejajar dan hanya terpisah oleh pagar bambu.
pasak
yang di gunakan untuk setiap makam pun hanya menggunakan pasak kayu,
yang kebanyakan sudah lapuk tanpa ada penanda sesiapa yang di makamkan
disana.
disini keanehan terjadi. pocong yang sedari tadi terbang di atas mereka, tidak ada satupun yang terlihat lagi. mereka lenyap
disini keanehan terjadi. pocong yang sedari tadi terbang di atas mereka, tidak ada satupun yang terlihat lagi. mereka lenyap
meski
begitu. suara ayam yang pernah mereka dengar dari jarak yang jauh, kini
terdengar sangat dekat. dekat sekali sampe mas Erik berasumsi, suara
ayam itu kemungkinan berasal dari pemakaman ini. masalahnya, dimana ayam
itu berada.
lain hal mas Damar, kini, ia bisa menciumnya.
lain hal mas Damar, kini, ia bisa menciumnya.
aroma sembujo yang hanya tercium di hidung mas Erik, kini tercium juga di hidung mas Damar.
"Wangi" kata mas Damar, sembari melihat kesana-kemari, hingga, mas Erik menunjuk sesuatu, gundukan tanah, tempat pemakaman yang pernah mas Erik lihat.
"gok kunu, mayit sing di kubur mau"
"Wangi" kata mas Damar, sembari melihat kesana-kemari, hingga, mas Erik menunjuk sesuatu, gundukan tanah, tempat pemakaman yang pernah mas Erik lihat.
"gok kunu, mayit sing di kubur mau"
semakin
dekat, suara ayam terdengar semakin jelas, dan benar saja, dari jauh,
terlihat seseorang sedang menggaruk-garuk tanah, di sekitarnya, banyak
di kelilingi ayam berwarna hitam legam.
"Ayam cemani" kata mas Erik, mereka melihat dari jauh apa yang siluet asing itu lakukan.
"Ayam cemani" kata mas Erik, mereka melihat dari jauh apa yang siluet asing itu lakukan.
"ASU!!" teriak mas Erik saat siluet itu melihatnya. "Lha iku lak si mbah" katanya.
bukan takut lagi, tapi mas Erik langsung lari, meninggalkan mas Damar yang baru sadar yang di katakan mas Erik benar sekali. si mbah yang sedari tadi tersaruk-saruk, mengejar mereka.
bukan takut lagi, tapi mas Erik langsung lari, meninggalkan mas Damar yang baru sadar yang di katakan mas Erik benar sekali. si mbah yang sedari tadi tersaruk-saruk, mengejar mereka.
di
tengah kepanikan itulah, aroma Sembujo yang misterius itu tercium lagi,
lebih kuat dan mereka berdua bisa menciumnya, sangat jelas,
"Jem**t!! onok opo seh ambek alas iki" (J*****!!! ada apa sih dengan hutan ini)
disitulah entah karena kepepet atau apa, mereka malah mendekat
"Jem**t!! onok opo seh ambek alas iki" (J*****!!! ada apa sih dengan hutan ini)
disitulah entah karena kepepet atau apa, mereka malah mendekat
mendekat ke sumber aroma sembujo itu yang padahal mereka berdua tau bahwa itu adalah aroma dari..Wanggul.
namun, setidaknya aroma itu benar-benar membawa mereka ke jalanan yang tidak asing lagi.
mas Damar yang mengikuti mas Erik dari belakang, hanya mendengar, sekelibet suara
namun, setidaknya aroma itu benar-benar membawa mereka ke jalanan yang tidak asing lagi.
mas Damar yang mengikuti mas Erik dari belakang, hanya mendengar, sekelibet suara
suara meraung, keras sekali seperti suara macan.
tanpa memperdulikan apapun dan bagaimanapun, tiba-tiba mereka sudah sampai di tempat yang mereka cari selama ini.
Pos ke dua, disana mereka bisa melihat pagar besi, tempat dimana cagar satwa beroperasi, dengan keringat dingin
tanpa memperdulikan apapun dan bagaimanapun, tiba-tiba mereka sudah sampai di tempat yang mereka cari selama ini.
Pos ke dua, disana mereka bisa melihat pagar besi, tempat dimana cagar satwa beroperasi, dengan keringat dingin
mereka
mendekat, ada sumber cahaya di dalam, di gedorlah pintu dan keluar
pemuda setengah baya, memandang mereka dengan tatapan curiga.
"Sampeyan-sampeyan yang ninggalin KTP di pos 1 yo" (kalian yang ninggalin KTP di pos 1)
mereka pun mengangguk.
saat itu juga, si petugas-
"Sampeyan-sampeyan yang ninggalin KTP di pos 1 yo" (kalian yang ninggalin KTP di pos 1)
mereka pun mengangguk.
saat itu juga, si petugas-
melapor.
tidak ada yang tau satupun dari mereka bila bukan karena si petugas yang mengatakan sudah 2 hari sejak pencarian mereka di mulai.
"Goblok. nek kate nggok P******** lapo lewat kene? lewat Moj****** lak isok seh" (Bodoh!! kalau mau naik ke P********* kenapa lewat sini)
tidak ada yang tau satupun dari mereka bila bukan karena si petugas yang mengatakan sudah 2 hari sejak pencarian mereka di mulai.
"Goblok. nek kate nggok P******** lapo lewat kene? lewat Moj****** lak isok seh" (Bodoh!! kalau mau naik ke P********* kenapa lewat sini)
(kan bisa lewat Moj******)
sudah 2 jam mereka di ceramahi oleh pemuda paruh baya itu, wajahnya tampak sangar seperti sudah lama menahan luapan amarah, mas Erik dan mas Damar hanya diam mengangguk. pasrah. bingung, tidak tau harus mengatakan apa.
sudah 2 jam mereka di ceramahi oleh pemuda paruh baya itu, wajahnya tampak sangar seperti sudah lama menahan luapan amarah, mas Erik dan mas Damar hanya diam mengangguk. pasrah. bingung, tidak tau harus mengatakan apa.
setelah
beberapa saat, barulah terdengar suara motor mendekat, dan yang masuk
kemudian adalah seorang pria, yang mungkin 10 tahun lebih tua, ia hanya
mengenakan kaos kutang dengan sarung di lilitkan di tubuhnya.
wajahnya tidak kalah sangar, ia menatap mas Erik dan mas Damar.
wajahnya tidak kalah sangar, ia menatap mas Erik dan mas Damar.
kalimat
pertama yang ia ucapkan bukan luapan amarah seperti penjaga di pos 2,
tapi hanya pertanyaan yang membuat mas Damar dan mas Erik diam lama.
"Isih urip to awak awak iki?" (masih hidup ya kalian-kalian ini)
ia meneguk kopi di meja, kemudian duduk bersila di depan mereka.
"Isih urip to awak awak iki?" (masih hidup ya kalian-kalian ini)
ia meneguk kopi di meja, kemudian duduk bersila di depan mereka.
"wes ceritakno kabeh, nang ndi ae awak awak iki 2 dino iki?" (sudah ceritakan saja, kemana kalian selama 2 hari ini)
"Pak." kata mas Damar, "onok Deso yo pak nggok kene" (ada desa ya pak disini)
terlihat 2 penjaga itu saling melihat satu sama lain.
"Onok" kata si bapak. (ada)
"Pak." kata mas Damar, "onok Deso yo pak nggok kene" (ada desa ya pak disini)
terlihat 2 penjaga itu saling melihat satu sama lain.
"Onok" kata si bapak. (ada)
si bapak terdiam lama, sementara penjaga yang lebih muda tampak bingung, sembari berbisik ia bertanya.
"nang ndi onok deso pak, nek Vila akeh nang kene?!" (dimana ada desa pak, kalau disini Vila banyak pak) kata si penjaga yang lebih muda.
"
"nang ndi onok deso pak, nek Vila akeh nang kene?!" (dimana ada desa pak, kalau disini Vila banyak pak) kata si penjaga yang lebih muda.
"
sembari
menghisap rokok, wajah si bapak tampak tegang. "opo bener, awak-awak
mek wong loro sing munggah liwat kene?" (apa benar kalian cuma berdua
saja waktu mendaki disini?)
mas Erik dan mas Damar mengangguk bersamaan.
"Syukur" kata si bapak. "alas Tr**** iki, pancen angker"
mas Erik dan mas Damar mengangguk bersamaan.
"Syukur" kata si bapak. "alas Tr**** iki, pancen angker"
"biyen,
wes terkenal akeh sing tau eroh bahwa nang alas iki, onok enggon sing
di arani jeneng'e Petuk Sewu, wit sing keramat, sing kabare onok Deso
nang jero'ne kunu, jenenge deso iku. Deso Gondo Mayit"
(dulu, sudah terkenal bahwa banyak yang pernah lihat kalau ada tempat yang-
(dulu, sudah terkenal bahwa banyak yang pernah lihat kalau ada tempat yang-
namanya,
Seribu Pintu, pohon keramat, yang kabarnya bila di lihat ada desa di
dalamnya, desa ini namanya adalah desa Gondo Mayit)
hembusan asap rokoknya, membuat semua orang yang ada di ruangan terdiam mendengarkan, wajah mereka semua tegang.
hembusan asap rokoknya, membuat semua orang yang ada di ruangan terdiam mendengarkan, wajah mereka semua tegang.
"masalahe, ra onok sing eroh nang ndi wet iki" (masalahnya tidak ada yang tau dimana keberadaan pohon ini)
"untung'e awak-awak gak keblobok nang deso iki ambi nggowo awak ganjil, sampe iku kedaden, biasane, siji ra isok muleh" (untungnya, kalian tidak terjebak di desa ini,-
"untung'e awak-awak gak keblobok nang deso iki ambi nggowo awak ganjil, sampe iku kedaden, biasane, siji ra isok muleh" (untungnya, kalian tidak terjebak di desa ini,-
dengan membawa jumblah orang ganjil, kalau sampe itu terjadi, biasanya hanya satu yang tidak akan bisa pulang)
mas Erik dan mas Damar saling memandang satu sama lain.
"sak iki aku takon, opo sing mbok rasak'ne sak iki?" (sekarang aku tanya, apa yang kalian rasakan sekarang?)
mas Erik dan mas Damar saling memandang satu sama lain.
"sak iki aku takon, opo sing mbok rasak'ne sak iki?" (sekarang aku tanya, apa yang kalian rasakan sekarang?)
disini
mas Damar awalnya bingung, apakah ia harus bercerita soal kondisi
tubuhnya, dan akhirnya dengan bantuan mas Erik, mas Damar menunjukkan
area dimana ia mendapat musibah.
si bapak hanya diam, tampak tidak terkejut sama sekali, seperti pernah melihat ini sebelumnya.
si bapak hanya diam, tampak tidak terkejut sama sekali, seperti pernah melihat ini sebelumnya.
si
Bapak menginstruksikan agar mas Damar tidur terlentang, sementara
jari-jari kakinya di tarik satu persatu, kurang lebih hampir setengah
jam si bapak memijit kaki mas Damar, ajaibnya, T*st*snya yang membesar
perlahan kembali normal.
"mene ojok nguyuh sembarangan nggih"
"mene ojok nguyuh sembarangan nggih"
(besok-besok jangan kencing sembarangan lagi ya)
setelah percakapan itu, mas Damar dan mas Erik berpamitan pulang, saat fajar mulai menyingsing. mas Damar yang pertama pergi, ketika mas Erik akan beranjak, ia kembali menemui si bapak, bertanya dengan wajah penasaran.
setelah percakapan itu, mas Damar dan mas Erik berpamitan pulang, saat fajar mulai menyingsing. mas Damar yang pertama pergi, ketika mas Erik akan beranjak, ia kembali menemui si bapak, bertanya dengan wajah penasaran.
"pak,
kulo tandet, neng Deso niku, enten si mbah wadon, sing sempet ngejar
kulo bade rencang kulo, niku sinten nggih" (pak saya mau tanya sekali
lagi, ada wanita tua yang sempat mengejar saya dan teman saya, itu siapa
ya)
wajah si bapak tampak berpikir, kmudian berucap. "Sartih"
wajah si bapak tampak berpikir, kmudian berucap. "Sartih"
"Sartih" kata mas Erik mengulangi.
"sampeyan tau, kalau pocong itu sebenarnya bisa di ikat sama ilmu hitam, nah Sartih itu hanya sebuah gelar, Pocong bisa di kirim untuk mencelakai siapapun, bisa di gunakan untuk menganggu bisnis orang, nah, Desa itu, di miliki oleh si mbah ini"
"sampeyan tau, kalau pocong itu sebenarnya bisa di ikat sama ilmu hitam, nah Sartih itu hanya sebuah gelar, Pocong bisa di kirim untuk mencelakai siapapun, bisa di gunakan untuk menganggu bisnis orang, nah, Desa itu, di miliki oleh si mbah ini"
"si Mbah niki menungso toh pak?" (si mbah ini manusia dong pak)
si bapak hanya diam sembari menggeleng, ia tidak bisa melanjutkan ini lebih jauh. sekarang, dari informasi ini, mas Erik mengambil kesimpulan, cara mengikat pocong berarti dengan memegang tali pocongnya.
si bapak hanya diam sembari menggeleng, ia tidak bisa melanjutkan ini lebih jauh. sekarang, dari informasi ini, mas Erik mengambil kesimpulan, cara mengikat pocong berarti dengan memegang tali pocongnya.
sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, berapa banyak pocong yang sudah di ikat, dan kenapa eksistensi Desa ini masih muncul.
sebenarnya, cerita tentang pesugihan pocong bukanlah hal yang baru, banyak cerita tentang pesugihan pocong, mulai dari sebagai pelaris makanan, hingga-
sebenarnya, cerita tentang pesugihan pocong bukanlah hal yang baru, banyak cerita tentang pesugihan pocong, mulai dari sebagai pelaris makanan, hingga-
pembawa
balak atau sial bagi keluarga yang tidak di suka, apapun itu, mungkin
ujung dari cerita ini berhubungan satu sama lain dengan desa ini. yang
menjadi poin penting disini adalah, jauh di luar akal sehat ini, memang
hal-hal ghaib kerab kali menyembunyikan misterinya sendiri.
malam
itu. setelah selesai mendengar cerita itu, satu yang gw pelajari,
pengalaman yang menimpa mereka bener-bener buat gw harus senantiasa
waspada dimanapun kita berada, ibarat pepatah. "dimana bumi di pijak.
disitu langit di junjung"
lain kali, gw share pengalaman lain
lain kali, gw share pengalaman lain
bisa pengalaman gw sendiri, atau pengalaman teman-teman gw..
akhir kata, gw mau pamit dan senang sekali bisa berbagi cerita dengan kalian. mohon maaf bila ada salah-salah kata dan pengetikan, atau jam ngaret yang kadang gw lakuin karena kesibukan aktifitas real life gw sendiri
akhir kata, gw mau pamit dan senang sekali bisa berbagi cerita dengan kalian. mohon maaf bila ada salah-salah kata dan pengetikan, atau jam ngaret yang kadang gw lakuin karena kesibukan aktifitas real life gw sendiri
berikutnya kita akan kembali ke Pabrik Gula bagian Barat yang sudah lama gw persiapkan. akhir kata, gw @SimpleM81378523 undur diri. selamat beraktifitas, semoga kebaikan serta kemuliaan senantiasa bisa kita raih di bulan yang suci ini.
akhir kata. Wassalam.
akhir kata. Wassalam.
Permisi admin
BalasHapusnumpang promo yah bos
Berjudi di dewalotto menang terus dengan jackpot jutaan rupiah setiap hari
bagi yang bingung main judi kalah terus yuk di coba d sini :
www.dewalotto.club
sillahkan di coba Keberuntungan nya bos dalam bermain di dewalotto.club
Dengan min DP 20rb & WD 20rb bos bisa memenangkan permainan Chip Rupiah Asli loh !
Untuk Info selengkapnya Hubungi kami di :
WHATSAPP : ( +855 69312579 ) 24 JAM ONLINE