Menjadi seorang Keala Cabang, berarti harus siap lembur dan pulang malam setiap
hari. Jadi tak heran sebuah slogan terpampang di depan meja kerjaku,
“Tempat tinggal hanyalah tempat menitipkan kepala”. Kosanku hanya
berfungsi untuk aku tidur melewati malam, sisanya aku habiskan hidupku
di kantor.
Lembur hingga malam di kantor seorang diri tidak berjalan lancar begitu saja tanpa resiko. Hampir setiap aku lembur selalu saja ada gangguan-gangguan yang cukup menyeramkan bagiku. Setiap lembur aku biasanya ditemani oleh 3 orang sahabatku dari divisi audit yaitu Mas Edy, Adit dan Arif. Kebetulan kami seruangan.
Pengalaman ini telah terjadi tahun lalu namun hingga kini masih aku ingat dengan jelas. Waktu itu aku sedang menilai hasil psikotes beberapa calon karyawan yang hasilnya akan aku gunakan besok. Aku mengerjakannya di cubicalku yang letaknya kira-kira 7 block cubical dari tim audit.
Ketika sedang fokus, aku dikagetkan dengan suara yang cukup keras dari belakangku.
“Bruuuk!”
Suara file-file di belakangku jatuh berhamburan. Aku segera menoleh ke belakang dan menarik nafas dalam-dalam melihat berkas itu berhamburan. Aku pikir aku sudah cukup lelah untuk menatanya kembali saat itu, jadi aku biarkan saja dulu.
Aku kembali melanjutkan pekerjaannku saat itu. Tak lama berselang tiba-tiba..
“Duuuk!”
Suara benda jatuh ke lantai dan menggelinding tepat di samping. Aku segera menoleh untuk melihat apakah itu, dan seluruh badanku merinding dan dada terasa sesak melihat sebuah kepala yang terpenggal tepat di bawah samping kursiku. Sontak aku kaget dan melompat dari kursiku dan berlari ke cubical audit.
“Mas, si Buntung jail lagi!” teriakku dengan wajah yang syok.
“Ya udah di sini aja dulu. Ntar kalau dia ke sini suruh Arif ambil kepalanya jadiin souvenir di kosan,” jawab Mas Edy sambil cengengesan.
“Bapak aja yang ambil simpan di kamar buat kenang-kenangan,” jawab Arif. Aku duduk duduk di cubical audit untuk menenangkan diri sejenak.
“Apa itu pak?” Tanya Adit sambil menunjuk ke ujung lorong yang memang gelap. Kami semua menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Adit. Kembali perasaanku tidak menentu melihat bayangan berdiri dalam kegelapan. Kami terus memandang sosok itu seolah-olah mencari tahu siapa sosok tersebut. Seketika sosok itu lenyap ke atas entah ke mana bagaikan Ninja Hatori. Dan secara tiba-tiba sosok itu telah berdiri tepat di depan meja Arif.
Sosok itu memandang ke arah Arif dengan tajam penuh dendam. Sosok itu berambut panjang namun agak kusut. Wajahnya pucat menyeramkan dengan salah satu matanya keluar dan menggelantung di pipinya.
“Aahhhhkkkk….” Arif berteriak ketakutan melihat sosok itu berdiri di depannya. Sekejap mata sosok itu kemudian terbang menghilang ke arah kiri.
“Hah..hah..hah..” Arif menarik nafas dengan lega.
“Harusnya tadi lo tarik kepalanya terus cium si merah Rif” kata Mas Edy menggoda Arif yang tampak shock.
“Iiihhh… Seram gitu,” kata Arif.
“Lo kan doyan yang mukanya eksotis kayak gitu,” ujar Mas Edy.
“Itu sadis, Pak, bukan eksotis” ujar Arif.
Kami tertawa bersama saat itu seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
Lembur hingga malam di kantor seorang diri tidak berjalan lancar begitu saja tanpa resiko. Hampir setiap aku lembur selalu saja ada gangguan-gangguan yang cukup menyeramkan bagiku. Setiap lembur aku biasanya ditemani oleh 3 orang sahabatku dari divisi audit yaitu Mas Edy, Adit dan Arif. Kebetulan kami seruangan.
Pengalaman ini telah terjadi tahun lalu namun hingga kini masih aku ingat dengan jelas. Waktu itu aku sedang menilai hasil psikotes beberapa calon karyawan yang hasilnya akan aku gunakan besok. Aku mengerjakannya di cubicalku yang letaknya kira-kira 7 block cubical dari tim audit.
Ketika sedang fokus, aku dikagetkan dengan suara yang cukup keras dari belakangku.
“Bruuuk!”
Suara file-file di belakangku jatuh berhamburan. Aku segera menoleh ke belakang dan menarik nafas dalam-dalam melihat berkas itu berhamburan. Aku pikir aku sudah cukup lelah untuk menatanya kembali saat itu, jadi aku biarkan saja dulu.
Aku kembali melanjutkan pekerjaannku saat itu. Tak lama berselang tiba-tiba..
“Duuuk!”
Suara benda jatuh ke lantai dan menggelinding tepat di samping. Aku segera menoleh untuk melihat apakah itu, dan seluruh badanku merinding dan dada terasa sesak melihat sebuah kepala yang terpenggal tepat di bawah samping kursiku. Sontak aku kaget dan melompat dari kursiku dan berlari ke cubical audit.
“Mas, si Buntung jail lagi!” teriakku dengan wajah yang syok.
“Ya udah di sini aja dulu. Ntar kalau dia ke sini suruh Arif ambil kepalanya jadiin souvenir di kosan,” jawab Mas Edy sambil cengengesan.
“Bapak aja yang ambil simpan di kamar buat kenang-kenangan,” jawab Arif. Aku duduk duduk di cubical audit untuk menenangkan diri sejenak.
“Apa itu pak?” Tanya Adit sambil menunjuk ke ujung lorong yang memang gelap. Kami semua menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Adit. Kembali perasaanku tidak menentu melihat bayangan berdiri dalam kegelapan. Kami terus memandang sosok itu seolah-olah mencari tahu siapa sosok tersebut. Seketika sosok itu lenyap ke atas entah ke mana bagaikan Ninja Hatori. Dan secara tiba-tiba sosok itu telah berdiri tepat di depan meja Arif.
Sosok itu memandang ke arah Arif dengan tajam penuh dendam. Sosok itu berambut panjang namun agak kusut. Wajahnya pucat menyeramkan dengan salah satu matanya keluar dan menggelantung di pipinya.
“Aahhhhkkkk….” Arif berteriak ketakutan melihat sosok itu berdiri di depannya. Sekejap mata sosok itu kemudian terbang menghilang ke arah kiri.
“Hah..hah..hah..” Arif menarik nafas dengan lega.
“Harusnya tadi lo tarik kepalanya terus cium si merah Rif” kata Mas Edy menggoda Arif yang tampak shock.
“Iiihhh… Seram gitu,” kata Arif.
“Lo kan doyan yang mukanya eksotis kayak gitu,” ujar Mas Edy.
“Itu sadis, Pak, bukan eksotis” ujar Arif.
Kami tertawa bersama saat itu seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
0 komentar:
Posting Komentar