Ini terjadi di suatu malam di kota kecil di daerah Arizona. Musim
penghujan memang sering terjadi di daerahku,terutama karena Arizona
memang terkenal dengan daerah hujan. Teman satu apartemenku menggigil
kedinginan.
Awalnya kupikir dia hanya terkena dampak dari cuaca. Namun, ketika gertakan di giginya sudah berlebihan aku menyentuh keningnya dengan punggung tanganku. Dia sedang demam!
Aku memutuskan pergi untuk mencari obat di luar. Kupikir daerah ini sama saja dengan daerah asalku di New Jersey, malam yang masih ramai. Namun, tempat ini berbeda. Malam begitu sepi, terutama di gang menuju apartemenku.
Hanya beberapa taksi yang terlihat di jalanan besar dan beberapa mobil besar. Aku berjalan di trotoar dengan kedua tangan di kantung jaketku. Aku tidak begitu takut, karena di N.J aku juga sering keluar malam. Di depanku, beberapa wanita malam sedang merokok.
Sebuah mobil dengan bagian belakang terbuka terparkir di dekat mereka, seseorang dari mereka duduk di situ. Mereka mengenakan jas selutut, dan sepatu hak yang cukup tinggi. Kupikir mereka sedang menunggu pelanggan. Namun ini sudah pukul 00.00.
Mereka mungkin baru saja selesai bekerja. Aku tiba di sebuah mini market. Satu-satunya yang masih buka di sepanjang perjalananku. Tempatnya tidak cukup jauh, dari gang rumahku, menyeberang dari jalan besar, lalu ke sebuah gang dan mini market itu berada di ujung gang.
Aku mengambil beberapa obat penurun demam, sabun pembersih muka (kebetulan pembersih mukaku sedang habis), beberapa minuman kaleng dan roti. Aku tidak melihat, namun aku yakin si kasir terus memandangku sejak tadi. Aku memutuskan untuk segera keluar dari tempat itu.
“Sering keluar malam?,”tanya wanita itu.
Aku mengerutkan keningku,”Yaah… Tidak..ini pertama kalinya..”
“Kau bukan orang sini kalau begitu.”
“Ya..,”jawabku. Kakiku mulai bergoyang tak sabar ingin segera meminta kantung belanjaanku. Dia terkesan melambatkan pekerjaannya. “Apa kau menggunakan kendaraan?”
“Maaf.. Tapi itu bukan urusan anda..,”jawabku ketus.
“Kau berjalan..,”gumamnya, “Berhati – hatilah…”
“Maksudmu?”
“Ini sudah tengah malam. Apa kau tidak pernah berpikir, setiap daerah memiliki cerita.. dongeng pada siang hari dan menjadi mimpi buruk pada malam hari”
Aku mengerutkan keningku,”urban legend?”
Dia mengangguk,”kau pelanggan terakhir sejak dua jam lalu.”
“Mengapa kau tidak menutup tokomu?”
“Aku hanya pelayan di sini,”katanya.
Aku melirik pakaian yang dikenakannya. Memang seragam untuk pekerja di minimarket pada umumnya.
“Seharusnya minimarket sudah tutup pukul 10, tapi aku bisa saja membukanya sampai besok pagi.”
Aku mengerutkan keningku. Siapa yang mau menambah shift kerjanya?
Wanita itu tertawa seakan-akan sedang meledek ekspresiku yang sedang serius.
“Hahhhahha.. Aku akan menutupnya sebentar lagi! Setelah kau pulang pastinya,”candanya lagi di akhir kalimatnya.
Apapun itu, aku merasa dia membuat proses transaksi itu menjadi sangat lama. Temanku mungkin bertanya – tanya di mana aku.
“Tolong dipercepat,”kataku kesal,
“Ah? Ah..ya,”kata wanita itu sambil mencari barcode roti yang kuambil.
“Hati-hati pada si kurir,”katanya lagi.
Ini membuatku semakin muak, dia mencoba melucon lagi. Aku memilih melihat ke luar minimarket yang sepi.
“Boxnya bertuliskan chicken namun siapa tahu di bawah kotak-kotak ayam itu ada benang dan jarum.”
“Hmmm..apa dia akan menyatukan daging-daging ayam itu dengan benang dan jarum itu?”tanyaku asal.
“Ya!!,”kata wanita itu. Aku cukup terkejut dengan nada suaranya. Dia mendekatkan wajahnya, seperti akan berbisik padaku, “Dia keluar tengah malam.. Musik aneh dari motornya yang juga mengeluarkan suara aneh.. Seperti suara mesin yang akan mogok namun tetap dipaksa.. Dan juga… Dia tidak menyatukan daging ayam..tapi DAGINGMU!!”
Aku mengeluarkan nafasku setelah tertahan sejak si wanita berbisik.
“$13,”kata wanita itu.
Aku buru-buru mengeluarkan uang dari dompetku. Dua puluh menit aku mendengar wanita ini meracau, aku semakin yakin wanita itu sedang meracau karena aku mendapat kaleng minuman alkohol yang terbuka di sisi lain meja kasir.
“Thank you!,”kataku ketus sambil berjalan meninggalkan mini market. Aku menatap sekali lagi ke dalam mini market, wanita itu terlihat segera merapikan tempat itu.
“Dasar aneh,”umpatku. Aku berjalan masih di sepanjang gang minimarket. Langkahku terhenti ketika melihat sebuah pemandangan. Aku terkekeh singkat,”Jadi ini maksud wanita itu?”
Yang kulihat adalah seorang kurir yang menggunakan scooter baru saja memberikan sebuah box bergambar ayam pada seorang nenek. Dan dia tampak baik-baik saja dari tempatku berdiri.
“Aku pasti sudah bodoh sempat tercengang akan cerita wanita gila itu..,”kataku sambil terkekeh. Kurir berscooter itu menaiki skuternya dan mulai berjalan. Memang benar ada musik dikeluarkan dari motor itu,cukup aneh memasangnya tengah malam begini, maksudku.. Orang bukan tertarik malah kesal, dan juga suara mesinnya yang terdengar begitu memilukan.
Aku tidak begitu peduli pada si kurir hingga kami berpapasan, aku melayangkan pandanganku padanya. Aku cukup terkejut dengan ekspresi si kurir. Tidak.. Bukan hanya ekspresinya saja..Kau tahu..
Dia tersenyum dengan barisan gigi yang rapi, tersenyum sangat lebar.. Bukan hal yang aneh sampai kau menyadari bahwa tidak ada celah di antar giginya. Seperti gigi Ken si barbie. Matanya melotot, melotot seluas yang dia bisa. Matanya memandang lurus ke depan, jika ada lubang dia mungkin akan jatuh.
Aku memandangnya, hingga matanya dengan intens melirik ke arahku. Aku segera mengalihkan pandanganku,dan kurir itu melanjutkan perjalannya terus. Aku menghembuskan nafasku, pemandangan itu membuat jantungku berdegup kencang dan membuat dahiku berkeringat.
Aku mendengar suara motor itu menjauh, langkahku pun kulanjutkan. Namun, suara itu tidak kunjung lenyap, aku tahu mungkin karena terlalu sunyi.. Namun bukan karena kesunyian, suara itu terdengar menguat lagi..perlahan. Aku berbalik dan melihat scooter itu sudah berputar arah.
“Gila!!gila!!,”umpatku, aku segera berlari. Menyebrang melalui jalan besar yang kini benar-benar sepi. Aku yakin motor butut itu lebih lambat dari pelarianku. Aku tidak melihat wanita-wanita malam itu lagi, namun mobilnya masih di situ.
Aku menyesalinya. Aku ingin memberitahu mereka tentang si kurir atau agar aku bisa mencari teman untuk saat ini. Aku mengetuk kaca jendelanya karena aku yakin mereka di dalam saat melihat bayangan samar-samar dari luar. Aku menempelkan mataku ke kaca jendelanya.
Aku sangat terkejut mendapati lima wanita duduk kaku di dalam mobil dengan sudut-sudut bibir ditarik paksa agar tersenyum lebar! Mata mereka juga di tarik agar melotot,bagian hitam matanya sudah hilang.
Aku mundur beberapa langkah. Rasa shock bertambah lagi ketika si kurir berhenti di belakang mobil, aku tidak menyadari suara yang sangat membuatku trauma. Aku terpaku menatap kurir itu. Mata kurir itu masih menatap lurus ke depan.
Bibirnya perlahan bergerak membentuk kerucut. Motornya tiba – tiba mati begitu juga dengan musik anehnya.
Dia mulai bersiul. Siulan yang juga aneh, siulan yang melengking dan membuatku merinding. Siulannya seakan-akan mengisi setiap sudut blok ini.
Dia berhenti.
Matanya bergerak, MELIHAT KE ARAHKU, dia tersenyum lagi. Kali ini senyuman-seringai yang membuat kakiku membawa tubuhku untuk segera lari dari tempat itu.
Kantung belanjaanku tiba-tiba bocor di saat aku berlari. Aku segera menyelamatkan apa yang bisa kuselamatkan terutama obat untuk temanku. Aku merasa dia masih mengejarku.
Hingga apartemen aku segera masuk dan berlari ke kamar kami. Aku mengunci apartemenku dengan rapat.
Sejak saat itu, aku memutuskan pindah dari tempat itu. Trauma begitu menyiksa diriku. Polisi menemukan mobil yang berisi lima mayat dengan posisi yang aneh itu. polisi tidak menemukan saksi atas kejadian itu, aku juga tidak mau bersaksi.. Karena seumur hidup aku akan dihantui oleh wajah si kurir. bersaksi hanya akan membuatku semakin gila. Aku dan temanku meninggalkan kota itu dan memutuskan untuk tidak kembali lagi.
Penulis: Nasaline
Awalnya kupikir dia hanya terkena dampak dari cuaca. Namun, ketika gertakan di giginya sudah berlebihan aku menyentuh keningnya dengan punggung tanganku. Dia sedang demam!
Aku memutuskan pergi untuk mencari obat di luar. Kupikir daerah ini sama saja dengan daerah asalku di New Jersey, malam yang masih ramai. Namun, tempat ini berbeda. Malam begitu sepi, terutama di gang menuju apartemenku.
Hanya beberapa taksi yang terlihat di jalanan besar dan beberapa mobil besar. Aku berjalan di trotoar dengan kedua tangan di kantung jaketku. Aku tidak begitu takut, karena di N.J aku juga sering keluar malam. Di depanku, beberapa wanita malam sedang merokok.
Sebuah mobil dengan bagian belakang terbuka terparkir di dekat mereka, seseorang dari mereka duduk di situ. Mereka mengenakan jas selutut, dan sepatu hak yang cukup tinggi. Kupikir mereka sedang menunggu pelanggan. Namun ini sudah pukul 00.00.
Mereka mungkin baru saja selesai bekerja. Aku tiba di sebuah mini market. Satu-satunya yang masih buka di sepanjang perjalananku. Tempatnya tidak cukup jauh, dari gang rumahku, menyeberang dari jalan besar, lalu ke sebuah gang dan mini market itu berada di ujung gang.
Aku mengambil beberapa obat penurun demam, sabun pembersih muka (kebetulan pembersih mukaku sedang habis), beberapa minuman kaleng dan roti. Aku tidak melihat, namun aku yakin si kasir terus memandangku sejak tadi. Aku memutuskan untuk segera keluar dari tempat itu.
“Sering keluar malam?,”tanya wanita itu.
Aku mengerutkan keningku,”Yaah… Tidak..ini pertama kalinya..”
“Kau bukan orang sini kalau begitu.”
“Ya..,”jawabku. Kakiku mulai bergoyang tak sabar ingin segera meminta kantung belanjaanku. Dia terkesan melambatkan pekerjaannya. “Apa kau menggunakan kendaraan?”
“Maaf.. Tapi itu bukan urusan anda..,”jawabku ketus.
“Kau berjalan..,”gumamnya, “Berhati – hatilah…”
“Maksudmu?”
“Ini sudah tengah malam. Apa kau tidak pernah berpikir, setiap daerah memiliki cerita.. dongeng pada siang hari dan menjadi mimpi buruk pada malam hari”
Aku mengerutkan keningku,”urban legend?”
Dia mengangguk,”kau pelanggan terakhir sejak dua jam lalu.”
“Mengapa kau tidak menutup tokomu?”
“Aku hanya pelayan di sini,”katanya.
Aku melirik pakaian yang dikenakannya. Memang seragam untuk pekerja di minimarket pada umumnya.
“Seharusnya minimarket sudah tutup pukul 10, tapi aku bisa saja membukanya sampai besok pagi.”
Aku mengerutkan keningku. Siapa yang mau menambah shift kerjanya?
Wanita itu tertawa seakan-akan sedang meledek ekspresiku yang sedang serius.
“Hahhhahha.. Aku akan menutupnya sebentar lagi! Setelah kau pulang pastinya,”candanya lagi di akhir kalimatnya.
Apapun itu, aku merasa dia membuat proses transaksi itu menjadi sangat lama. Temanku mungkin bertanya – tanya di mana aku.
“Tolong dipercepat,”kataku kesal,
“Ah? Ah..ya,”kata wanita itu sambil mencari barcode roti yang kuambil.
“Hati-hati pada si kurir,”katanya lagi.
Ini membuatku semakin muak, dia mencoba melucon lagi. Aku memilih melihat ke luar minimarket yang sepi.
“Boxnya bertuliskan chicken namun siapa tahu di bawah kotak-kotak ayam itu ada benang dan jarum.”
“Hmmm..apa dia akan menyatukan daging-daging ayam itu dengan benang dan jarum itu?”tanyaku asal.
“Ya!!,”kata wanita itu. Aku cukup terkejut dengan nada suaranya. Dia mendekatkan wajahnya, seperti akan berbisik padaku, “Dia keluar tengah malam.. Musik aneh dari motornya yang juga mengeluarkan suara aneh.. Seperti suara mesin yang akan mogok namun tetap dipaksa.. Dan juga… Dia tidak menyatukan daging ayam..tapi DAGINGMU!!”
Aku mengeluarkan nafasku setelah tertahan sejak si wanita berbisik.
“$13,”kata wanita itu.
Aku buru-buru mengeluarkan uang dari dompetku. Dua puluh menit aku mendengar wanita ini meracau, aku semakin yakin wanita itu sedang meracau karena aku mendapat kaleng minuman alkohol yang terbuka di sisi lain meja kasir.
“Thank you!,”kataku ketus sambil berjalan meninggalkan mini market. Aku menatap sekali lagi ke dalam mini market, wanita itu terlihat segera merapikan tempat itu.
“Dasar aneh,”umpatku. Aku berjalan masih di sepanjang gang minimarket. Langkahku terhenti ketika melihat sebuah pemandangan. Aku terkekeh singkat,”Jadi ini maksud wanita itu?”
Yang kulihat adalah seorang kurir yang menggunakan scooter baru saja memberikan sebuah box bergambar ayam pada seorang nenek. Dan dia tampak baik-baik saja dari tempatku berdiri.
“Aku pasti sudah bodoh sempat tercengang akan cerita wanita gila itu..,”kataku sambil terkekeh. Kurir berscooter itu menaiki skuternya dan mulai berjalan. Memang benar ada musik dikeluarkan dari motor itu,cukup aneh memasangnya tengah malam begini, maksudku.. Orang bukan tertarik malah kesal, dan juga suara mesinnya yang terdengar begitu memilukan.
Aku tidak begitu peduli pada si kurir hingga kami berpapasan, aku melayangkan pandanganku padanya. Aku cukup terkejut dengan ekspresi si kurir. Tidak.. Bukan hanya ekspresinya saja..Kau tahu..
Dia tersenyum dengan barisan gigi yang rapi, tersenyum sangat lebar.. Bukan hal yang aneh sampai kau menyadari bahwa tidak ada celah di antar giginya. Seperti gigi Ken si barbie. Matanya melotot, melotot seluas yang dia bisa. Matanya memandang lurus ke depan, jika ada lubang dia mungkin akan jatuh.
Aku memandangnya, hingga matanya dengan intens melirik ke arahku. Aku segera mengalihkan pandanganku,dan kurir itu melanjutkan perjalannya terus. Aku menghembuskan nafasku, pemandangan itu membuat jantungku berdegup kencang dan membuat dahiku berkeringat.
Aku mendengar suara motor itu menjauh, langkahku pun kulanjutkan. Namun, suara itu tidak kunjung lenyap, aku tahu mungkin karena terlalu sunyi.. Namun bukan karena kesunyian, suara itu terdengar menguat lagi..perlahan. Aku berbalik dan melihat scooter itu sudah berputar arah.
“Gila!!gila!!,”umpatku, aku segera berlari. Menyebrang melalui jalan besar yang kini benar-benar sepi. Aku yakin motor butut itu lebih lambat dari pelarianku. Aku tidak melihat wanita-wanita malam itu lagi, namun mobilnya masih di situ.
Aku menyesalinya. Aku ingin memberitahu mereka tentang si kurir atau agar aku bisa mencari teman untuk saat ini. Aku mengetuk kaca jendelanya karena aku yakin mereka di dalam saat melihat bayangan samar-samar dari luar. Aku menempelkan mataku ke kaca jendelanya.
Aku sangat terkejut mendapati lima wanita duduk kaku di dalam mobil dengan sudut-sudut bibir ditarik paksa agar tersenyum lebar! Mata mereka juga di tarik agar melotot,bagian hitam matanya sudah hilang.
Aku mundur beberapa langkah. Rasa shock bertambah lagi ketika si kurir berhenti di belakang mobil, aku tidak menyadari suara yang sangat membuatku trauma. Aku terpaku menatap kurir itu. Mata kurir itu masih menatap lurus ke depan.
Bibirnya perlahan bergerak membentuk kerucut. Motornya tiba – tiba mati begitu juga dengan musik anehnya.
Dia mulai bersiul. Siulan yang juga aneh, siulan yang melengking dan membuatku merinding. Siulannya seakan-akan mengisi setiap sudut blok ini.
Dia berhenti.
Matanya bergerak, MELIHAT KE ARAHKU, dia tersenyum lagi. Kali ini senyuman-seringai yang membuat kakiku membawa tubuhku untuk segera lari dari tempat itu.
Kantung belanjaanku tiba-tiba bocor di saat aku berlari. Aku segera menyelamatkan apa yang bisa kuselamatkan terutama obat untuk temanku. Aku merasa dia masih mengejarku.
Hingga apartemen aku segera masuk dan berlari ke kamar kami. Aku mengunci apartemenku dengan rapat.
Sejak saat itu, aku memutuskan pindah dari tempat itu. Trauma begitu menyiksa diriku. Polisi menemukan mobil yang berisi lima mayat dengan posisi yang aneh itu. polisi tidak menemukan saksi atas kejadian itu, aku juga tidak mau bersaksi.. Karena seumur hidup aku akan dihantui oleh wajah si kurir. bersaksi hanya akan membuatku semakin gila. Aku dan temanku meninggalkan kota itu dan memutuskan untuk tidak kembali lagi.
Penulis: Nasaline
0 komentar:
Posting Komentar