Kuletakkan ranselku didekat kaki. Lalu kusandarkan kepala dikaca
jendela. Memandang keluar. Ke peron yang sepi. Kereta mulai berjalan
perlahan. Tiba-tiba aku melihat si kakek petugas stasiun nampak duduk di
bangku ujung dekat pintu samping tempat dia menghilang tadi. Kami
saling tatap. Kulihat dia melambaikan tangannya dan mengacungkan jempol
sambil tersenyum. Aku hanya mampu terpana sambil terus memandangnya
semakin menjauh. Aku merasa benar-benar aneh malam ini. Halusinasikah?
Baru kusadari sepertinya aku memang belum pernah melihat petugas itu
sebelumnya. Siapa dia? petugas barukah? entahlah, aku mulai didera lagi
kantuk yang tadi sempat menyerangku berkali-kali. Rasanya aku mulai
tertidur.
Aku terbangun karena pundakku serasa didorong-dorong. Aku mengerjapkan mata dan terduduk. Kulihat petugas kereta tersenyum padaku. “Sebentar lagi sampai, mba. Siap-siap ya. Jangan ada yang ketinggalan” bisiknya perlahan. Kuucapkan terimakasih. Ah, rasanya baru saja aku tertidur sebentar, tahu-tahu sudah sampai. Diluar tampak lampu-lampu kota.
Keretapun memasuki stasiun kotaku. Suasana stasiun sama sepinya malam ini. Yah tentu saja, jam segini siapa pula yang akan naik kereta? batinku kesal. Seharusnya aku sudah sampai rumah jam tujuh tadi. Kubersiap turun. Sempat kulirik arah kursi yang selagi aku naik, masih ada penumpangnya. Tapi kursi itu kosong. Tak ada penumpangnya yang terdiri dari seorang ibu tua, seorang anak kecil dan seorang gadis muda. Kemana mereka? Sudah lebih dulu turunkah? Ah, masa bodolah.
Di pintu kereta sempat kutanyakan pada petugas. Kemana penumpang-penumpang yang tadi satu gerbong bersamaku.
Petugas itu tersenyum. “Mereka tidak turun kemanapun , mba. Mereka adalah penumpang abadi kami. Seperti juga saya petugas abadi kereta ini sejak lama. Hanya dikereta ini kami bertugas dan berjaga. Dan menjemput penumpang yang kemalaman, tapi masih setia menunggu kehadiran kami untuk membawa kembali kekeluarganya”.
Mendengar penjelasannya, aku seperti merasakan ada sesuatu yang tak beres. Tapi logikaku lebih mendominasi.
Aku masih tak memahami. Tapi petugas itu segera mendorongku keluar. Aku nyarus terjungkal. Baru saja kakiku menginjak lantai peron, aku terkejut setengah mati karena kereta tiba-tiba langsung berangkat dengan kecepatan tinggi. Nyaris terbang. Aku menjerit kecil. Jantungku rasa lepas. Kakiku lemas tak terkira. Aku terduduk di lantai peron. Tak mampu berdiri. Rasanya ingin berteriak. Tapi mulutku terkunci. Semakin terkejut karena tanganku seolah ada yang menarik untuk berdiri. Aku melongo, ternyata abangku yang tampak pias . Aku amat lega. Aduh aku ketakutan sekali tadi melihat kereta ajaib itu kabur begitu saja. Serasa mimpi rasanya. Abangku tak mengatakan sepatah katapun sementara aku bercerita. Membimbingku berjalan melewati lorong stasiun hingga pintu keluar. Kotaku selalu ramai duapuluhempat jam. Masih banyak orang nongkrong-nongkrong di warung kopi sekitar stasiun.
Abangku hanya bertanya apa aku baik-baik saja? Aku menganggukan kepala. Tenggorokanku rasa kering. Abangku pergi kesebuah warung dan membelikanku minuman dingin. Tenggorokanku terasa lega.
Abangku hanya bertanya apa aku baik-baik saja? Aku menganggukan kepala. Tenggorokanku rasa kering. Abangku pergi kesebuah warung dan membelikanku minuman dingin. Tenggorokanku terasa lega.
Lima menit kemudian, aku sudah sampai halaman rumah. Ayah ibuku sudah duduk diteras depan. Mereka segera menyambutku dan sibuk bertanya mengapa aku begitu terlambat. Aku jelaskan sambil berjalan masuk rumah. Sempat kulihat wajah kedua orangtuaku pias. Lalu saling lirik satu sama lain. Aku merasa konyol telah menceritakan semua pengalaman anehku distasiun malam ini. Tapi orangtuaku tak bertanya lagi. Mereka menyuruhku segera mandi dan istirahat. Aku merasa kebetulan tak lagi ditanya-tanya. Segera kuganti baju tanpa istirahat lagi, mandi dan berganti pakaian. Duduk dikamar sendiri, merenungi pengalaman tadi. Entah kenapa perasaanku menjadi tak enak hati. Aku merasa tak percaya seperti yang kulihat diwajah orangtuaku tadi. Setelah mandi fikiranku agak segar. Namun aku sempat merinding dan tak percaya bahwa yang kunaiki tadi adalah sebuah sepur jaman dulu. Masa kereta seperti itu masih beroperasi sih di jalur kereta ibukota?
Baca dulu Bagian Pertama
Lanjutan Bagian 3
Aku terbangun karena pundakku serasa didorong-dorong. Aku mengerjapkan mata dan terduduk. Kulihat petugas kereta tersenyum padaku. “Sebentar lagi sampai, mba. Siap-siap ya. Jangan ada yang ketinggalan” bisiknya perlahan. Kuucapkan terimakasih. Ah, rasanya baru saja aku tertidur sebentar, tahu-tahu sudah sampai. Diluar tampak lampu-lampu kota.
Keretapun memasuki stasiun kotaku. Suasana stasiun sama sepinya malam ini. Yah tentu saja, jam segini siapa pula yang akan naik kereta? batinku kesal. Seharusnya aku sudah sampai rumah jam tujuh tadi. Kubersiap turun. Sempat kulirik arah kursi yang selagi aku naik, masih ada penumpangnya. Tapi kursi itu kosong. Tak ada penumpangnya yang terdiri dari seorang ibu tua, seorang anak kecil dan seorang gadis muda. Kemana mereka? Sudah lebih dulu turunkah? Ah, masa bodolah.
Di pintu kereta sempat kutanyakan pada petugas. Kemana penumpang-penumpang yang tadi satu gerbong bersamaku.
Petugas itu tersenyum. “Mereka tidak turun kemanapun , mba. Mereka adalah penumpang abadi kami. Seperti juga saya petugas abadi kereta ini sejak lama. Hanya dikereta ini kami bertugas dan berjaga. Dan menjemput penumpang yang kemalaman, tapi masih setia menunggu kehadiran kami untuk membawa kembali kekeluarganya”.
Mendengar penjelasannya, aku seperti merasakan ada sesuatu yang tak beres. Tapi logikaku lebih mendominasi.
“Apa mereka keluarga bapak, atau masinisnya?” tanyaku iseng. Dia cuma tertawa.
“Mereka dan saya adalah petugas khusus yang mengurusi kereta ini bagi penumpang yang sabar menunggu hingga larut. Penumpang seperti itu adalah bagian kami. ” ujarnya tersenyum. Mengulangi lagi penjelasannya.
Aku masih tak memahami. Tapi petugas itu segera mendorongku keluar. Aku nyarus terjungkal. Baru saja kakiku menginjak lantai peron, aku terkejut setengah mati karena kereta tiba-tiba langsung berangkat dengan kecepatan tinggi. Nyaris terbang. Aku menjerit kecil. Jantungku rasa lepas. Kakiku lemas tak terkira. Aku terduduk di lantai peron. Tak mampu berdiri. Rasanya ingin berteriak. Tapi mulutku terkunci. Semakin terkejut karena tanganku seolah ada yang menarik untuk berdiri. Aku melongo, ternyata abangku yang tampak pias . Aku amat lega. Aduh aku ketakutan sekali tadi melihat kereta ajaib itu kabur begitu saja. Serasa mimpi rasanya. Abangku tak mengatakan sepatah katapun sementara aku bercerita. Membimbingku berjalan melewati lorong stasiun hingga pintu keluar. Kotaku selalu ramai duapuluhempat jam. Masih banyak orang nongkrong-nongkrong di warung kopi sekitar stasiun.
Abangku hanya bertanya apa aku baik-baik saja? Aku menganggukan kepala. Tenggorokanku rasa kering. Abangku pergi kesebuah warung dan membelikanku minuman dingin. Tenggorokanku terasa lega.
Abangku hanya bertanya apa aku baik-baik saja? Aku menganggukan kepala. Tenggorokanku rasa kering. Abangku pergi kesebuah warung dan membelikanku minuman dingin. Tenggorokanku terasa lega.
“Aku tak bisa mengantarmu sampai rumah, karena aku mau kerumah bude. Numpang nginap karena besok ada ujian skripsi. Aku takut kesiangan. Jadi kau pulang sendiri ya. Dekat ini kan?” kata abangku seraya memberiku ongkos pulang. Aku jadi kesal. Kok sempat-sempatnya menjemputku, tapi tak mau mengantarku pulang sekalian? protesku.
“Dari tadi aku menunggumu. Ternyata keretamu telat ya. Aku sungguh harus segera pergi. Itu ada angkot. Cepatlah naik.” Badanku didorongnya masuk angkot tanpa mau mendengarkan penjelasanku. Abangku melambaikan tangan saat angkot berangkat.
Lima menit kemudian, aku sudah sampai halaman rumah. Ayah ibuku sudah duduk diteras depan. Mereka segera menyambutku dan sibuk bertanya mengapa aku begitu terlambat. Aku jelaskan sambil berjalan masuk rumah. Sempat kulihat wajah kedua orangtuaku pias. Lalu saling lirik satu sama lain. Aku merasa konyol telah menceritakan semua pengalaman anehku distasiun malam ini. Tapi orangtuaku tak bertanya lagi. Mereka menyuruhku segera mandi dan istirahat. Aku merasa kebetulan tak lagi ditanya-tanya. Segera kuganti baju tanpa istirahat lagi, mandi dan berganti pakaian. Duduk dikamar sendiri, merenungi pengalaman tadi. Entah kenapa perasaanku menjadi tak enak hati. Aku merasa tak percaya seperti yang kulihat diwajah orangtuaku tadi. Setelah mandi fikiranku agak segar. Namun aku sempat merinding dan tak percaya bahwa yang kunaiki tadi adalah sebuah sepur jaman dulu. Masa kereta seperti itu masih beroperasi sih di jalur kereta ibukota?
Baca dulu Bagian Pertama
Lanjutan Bagian 3
Belum Pernah Menang Dalam Bermain Poker Online ???
BalasHapusAtau Ingin Mendapatkan Penghasilan Tambahan Dengan Modal Yang Sangat Minim???
Segera Daftarkan ID Anda di SmsQQ Yang MerupakanAgen Judi Online Terpercaya
Solusi Yang Tepat Hanya di www(.)SmsQQ(.)com
Kelebihan dari Agen Judi Online SmsQQ :
- Tidak ada settingan apapun dalam permainannya 1000%
- Minimal Deposit Hanya Rp.10.000
- Proses Setor dan Tarik Dana akan di selesaikan dengan cepat,tepat dan akurat.Hanya memerlukan waktu 1-2 menit (Jika Tidak Ada Gangguan)
- Kebanjiran Bonus disetiap Harinya
- Bonus Turnover 0.3%-0.5%
- Bonus Refferal 20% (Seumur Hidup)
-Customer Service bersedia melayani Anda Selama 24 jam dengan pelayanan yang begitu sopan dan ramah.
- Berkerja sama dengan 4 bank lokal : BCA-MANDIRI-BNI-BRI
7 Permainan Dalam 1 ID :
Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker
Untuk Info Lebih Lanjut Dapat menghubungi Kami Di :
BBM: 2AD05265
WA: +855968010699
Skype: smsqqcom@gmail.com
Tunggu Apa Lagi Bosku ?